Kabar7News, Jakarta – Terkait rencana Polri menarik 57 eks pegawai KPK ke Polri layak untuk diapresiasi niat baik Kapolri, yang merupakan sebuah sikap dari kebijaksanaan dan fungsinya memimpin dalam menyelenggarakan, dan mengendalikan kebijakan teknis
kepolisian dan penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian, kalau SDM ini dikelola dengan tepat dan punya formula yang pas, hal ini dapat menjadi penguatan kewenangan kepolisian dan menjadikan sinergis koordinasi antar lembaga penegak hukum.

Karenanya perlu pula kejelasan identifikasi sejak awal dan disikapi dengan cermat penempatan atas 57 personil ini dan batasan kewenangannya apakah berorientasi pada pencegahan (preventif) atau pada fungsi pemberantasan (represif).

Karena eks pegawai KPK ini mempunyai karakteristik kemampuan khusus dan telah mumpuni terkait pengalaman kerjanya di KPK selama ini, sehingga tim ini harus diberikan keleluasaan kewenangan dan akses kalaupun akan dibentuk menjadi polisi bagian khusus apalagi diperuntukkan demi menjaga dan menyelamatkan keuangan dan kekayaan negara, misal diberi kewenangan pelacakan aset pelaku tindak pidana korupsi dan penyadapan.

Sehingga melalui fungsi tim khusus Polri ini akan terbentuk tidak ada istilah “negara aman untuk melakukan korupsi” atau tempat yang aman untuk menyembunyikan aset maupun harta dari tindak pidana korupsi, karena Polri mulai bekerja melakukan pelacakan aset, pengembalian aset termasuk dapat melakukan perampasan aset hasil korupsi pada negara guna mengembalikan kerugian keuangan dan perekonomian negara.

Penulis: Azmi Syahputra
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti

Kabar7News, Jakarta – Manusia Indonesia khususnya pemuda pembelajar saat ini harus terus beradaptasi di era new normal usai bencana covid 19, hidup di era baru maka harus semakin direnungkan, karena banyak perubahan sekaligus tantangan yang saat ini, maupun terus terjadi hingga masa yang akan datang, karena akar masalah utama saat ini bukan diproduk undang-undang namun manusianya, pada perilaku manusianya.

Perkembangan masyarakat termasuk teknologi informasi yang begitu cepat mendorong pemikiran dan sikap yang tepat dari setiap diri manusia, karena bila pemikiran tidak tepat, termasuk perilaku yang tidak sesuai, dapat menjadi faktor penghambat pembangunan bangsa bukan pula sebagai pemberi kontribusi positif.

Karenanya untuk itu setiap diri manusia khususnya generasi muda harus punya indikator sebagai sistem pengendali diri yang harus menjadi pendeteksi, sehingga dalam melihat sebuah peristiwa yang terjadi harus diuji dengan konsep 3b+ (baik, benar, bermanfaat dan bijaksana).

Jadi masalah apapun yang saat ini dan yang akan terjadi pada bangsa Indonesia, tindakan dan sikapnya harus diuji dulu dengan 3b+ jadi harus baik, benar, bermanfaat serta bersikap bijaksana.

Para pemuda khususnya pembelajarnya punya tanggung jawab dalam membangun kesadaran dan budaya masyarakat termasuk meluruskan sumber masalah utama dari perilaku masyarakat.

Saya optimistis jika konsep 3b+ tertanam dalam tiap manusia Indonesia, ini bisa jadi batu uji dan bila diterapkan secara jernih dalam menghadapi setiap peristiwa atau permasalahan maka generasi Indonesia akan mandiri,mampu memprediksi, dapat menjadi Inspirasi, berinovasi dalam produktivitas, sehat, dan siap berkompetisi di manapun berada.

Dan saya menyebutkannya 3b+ ini sebagai konsep sosial dan harus menjadi sifat khas manusia Indonesia terkait urusan perilaku.

Penulis: Azmi Syahputra
Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Kabar7News, Jakarta – Korupsi bupati Kolaka Timur yang baru menjabat 3 bulan sudah di OTT KPK pada Selasa (21/9) ini sangat memalukan, membuktikan bahwa perilaku pejabat ini bukan menorehkan tandatangan karya nyatanya, yang ada malah menjadikan tandatantangan jabatannya sebagai sarana “harga jual beli di pasar” jadi kehadiran bupati baru ini bukan untuk membuat dan menguatkan program pembangunan di daerahnya namun malah ikut menyuburkan korupsi.

OTT pejabat bupati yang baru menjabat 3 bulan ini akan membawa pengaruh dalam bentuk ketidakpercayaan masyarakat, kurangnya legitimasinya di mata generasi muda termasuk dihadapan pegawainya, serta melemahnya citra pejabat publik ditengah masyarakat.

Maka mencermati semakin banyaknya trend OTT pejabat dan kepala daerah, benarlah bahwa kekuasaan itu pada kebanyakannnya cenderung korup dan disalahgunakan.

Dan korupsi selalu melekat dan berkaitan dengan kekuasaan.
Apalagi jika korupsi dilakukan oleh pejabat pejabat tinggi maka dari potret dan fakta ini akan membuat korupsi semakin tambah subur.

Meskipun demikian pemberantasan korupsi harus terus dilaksanakan secara optimal dan sinergis sebab korupsi adalah musuh bersama.

Karena tuntutan hati nurani masyarakat menghendaki penyelenggara negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh sungguh dan penuh tanggungjawab dan agar berhasil pemberantasan korupsi ini di era tehnologi informasi ini perlu keterbukaan dan agar berdaya guna maka pemberantasan korupsi harus mengikutsertakan peran serta masyarakat secara luas.

Penulis: Azmi Syahputra
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti

Kabar7News, Jakarta – Dengan surat balasan Dewan Pengawas KPK(16/9) diketahui bahwa Dewas telah berhasil menemukan cukup bukti termasuk delik pidana yang dilakukan oleh Lili Pintauli dalam kapasitasnya sebagai salah seorang komisioner KPK namun anehnya dewan Pengawas berdalih dalam surat jawabannya untuk tidak mau melaporkan ke penegak hukum karena bukan kewenangan Dewas KPK.

Karenanya perlu diragukan komitmen Dewas yang seolah melakukan pembiaran karena tidak membuat kasus ini tuntas dan terang serta kurang mampu menjaga kinerja komisioner KPK.

Demi menjaga nama baik kualitas dan integritas KPK semestinya Dewas yang langsung otomatis melaporkan pidananya bila Dewas telah menemukan peristiwa pidana dalam pemeriksaan kepada kepolisian bukan pula Dewas melempar kepihak lain atau melakukan tindakan yang terkesan menghindar.

Dewas itu berkewajiban menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau bertentangan maupun pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang KPK.

Semestinya Dewas dengan tugasnya dan filosofi kedudukan Dewas dalam UU KPK berani dan bersikap tegas, apabila dalam pemeriksaan Dewas ditemukan pelanggaran dalam UU KPK apalagi ada unsur pidana, maka Dewas melaporkan temuan tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga fungsi Dewas benar optimal, sebagaimana maksud dari tujuan perubahan UU KPK .

Sehingga penerapan putusan dewas sangat menunjang pelaksanaan kinerja KPK dan menunjukkan pemeriksaan Dewas bukan sekedar pemeriksaan yang sifatnya asesoris
Karena tidak besar manfaatnya, karena putusan yang seperti itu tidak efektif atau tidak menyelesaikan masalah.

Ilustrasinya ada terjadi pembunuhan dalam sebuah keluarga, pelakunya sudah terlihat dan bahkan sudah ditanyai oleh anggota keluarga dan memang benar pelaku membunuh, selanjutnya otomatis mau di follow up dilaporkan.

Pertanyaan nya kenapa disuruh keluarga lain atau orang lain yang melapor, padahal saksi faktanya adalah keluarga yang melihat dan telah mendengarkan keterangan pelaku tadi, semestinya anggota keluarga yang menanyai pelaku tadilah yang lebih tepat melapor ke penegak hukum.

Jadi sikap Dewas ini aneh, Dewas melalui pemeriksaannya sudah nyatakan ada perbuatan pidana namun Dewas tidak mau melaporkan, ini kan namanya Dewas menyimpangi tugasnya, merintangi untuk meluruskan kinerja pimpinan KPK yang melakukan tindakan yang dilarang dan telah dinyatakan pula bersalah memenuhi unsur pidana.

Jika begini kedudukan dewan Pengawas patut diragukan, malah sikap Dewas dalam surat balasan Dewas seolah terkesan membiarkan dan membela pelaku komisioner KPK yang sudah melakukan tindak pidana.

Jadi melaporkan pidana ini adalah bagian yang otomatis dari tugas Dewas yaitu mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, dan ini bagian rangkaian tugas dari evaluasi kinerja pimpinan KPK, bila ada ditemukan pidananya maka otomatis Dewas melaporkan.

Alasan tidak ada dalam kewenangan atau dalam UU KPK ini adalah alasan yang dicari cari, apalagi ketua Dewas sering kali menyatakan di beberapa statemnt dipublik ketiadaan dalam UU tidak jadi alasan bagi Dewas, karena selalu ada kesepakatan dengan pimpinan KPK lantaran memiliki pemikiran yang sama untuk kinerja KPK yang lebih baik.

Begitupun semestinya ketua Dewas dengan melaporkan salah satu komisioner KPK yang perbuatannya telah memenuhi unsur pidana guna memperbaiki organ komisioner KPK agar lebih berintegritas dan berkualitas

BIla Dewas bekerja setengah setengah begini, jangan salahkan kalau ada pikiran liar dari masyarakat, yang beranggapan Dewas seolah -olah ada maksud tersembunyi untuk tidak followup dalam hal ini tidak melaporkan secara pidana, atau bahkan diduga ini akal-akalan menghindar saja dari Dewas atau kelompok yang super power untuk melindungi kelompok tertentu dalam jajaran pimpinan komisoner KPK.

Penulis: Azmi Syahputra
Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha)

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.