Kabar7News, Jakarta – Praktik jual-beli jabatan dalam kasus OTT Bupati Probolinggo dan suaminya senin dini hari lalu yang ditangkap KPK menunjukkan bahwa keterlibatan keluarga, orang terdekat (suami istri) diduga sebagai pelaku utama penerima suap dan sekaligus menunjukkan fungsi atasan semakin tidak jelas sekaligus menunjukkan sistem birokrasi yang buruk.

Di dalam setahun kasus jual beli jabatan ini dapat mencapai ratusan triliyun nilainya jadi ini kasus kelas kakap, uang yang besar nilainya ini jadi candu yang buat ketagihan bagi pejabat yang punya kewenangan, mereka pejabat ini melakukan hal yang bertentangan dengan tujuan diberikan kewenangan tersebut, mereka melalaikan tugas dan kewajiban maka hukuman bagi pejabat yang jual beli jabatan ini semestinya terapkan hukuman maksimal.

Jual beli jabatan ini disebabkan kewenangan pejabat yang disalahgunakan, upaya mengejar dan mempertahankan kekuasaan, memuaskan kekuasaan pribadi dan pejabat yang masih menerapkan tradisi birokrasi yang tidak adaptif dengan perubahan kekinian.

Mereka para pimpinan tidak mau belajar dari kasus kasus sebelumnya, mereka ini masih punya slogan keliru, mumpung masih menjabat sehingga kok masih bisa dipersulit kenapa dipermudah

Akhirnya pendekatan apresiasi dan jabatan diberikan kepada orang yang berani memberi uang,dan upeti pada pimpinan, sehingga keduanya sama- sama merasa mendapatkan keuntungan.

Inilah prilaku mentalitas sebahagian pegawai negeri sipil demi jabatan melakukan apa saja, termasuk demi memperoleh dukungan partai politik, gesekan konflik dan dinamika hubungan antara politisi dan partai politik yang tidak mendukung dalam mendapatkan jabatan pun selalu jadi celah melalui menyuap untuk atas nama mendapat jabatan.

Semestinya para ASN memberikan keteladanan, berani menolak untuk menduduki jabatan strategis dengan cara memberikan uang, karena pada akhirnya jabatan yang dperoleh dengan jual beli jabatan akan menambah permasalahan baru dan lingkungan kerja yang korup, maka kembalikanlah budaya kejujuran, sadar diri dan tahu malu ini yang penting.

Jabatan yang dibeli dengan uang hanya akan menambah diri merasa bersalah dan cendrung dalam aktifitas jabatannya berkhianat terhadap sumpah jabatan.

Penulis: Azmi Syahputra
Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha)

Kabar7News, Jakarta – Melihat amanah pidato Presiden Jokowi pada sidang tahunan 16 Agustus 2021 lalu, yang menyebutkan berani berubah dan mengubah adalah fondasi Indonesia maju memberikan sinyal harus ada karakter berani dari setiap penduduk khususnya pemimpin untuk menyuarakan, tidak diam apalagi memilih sikap mati kutu begitu melihat keadaan penyelewengan, hal-hal yang tidak sesuai, hal negatif dalam praktik berbangsa dan negara.

Presiden memberikan sinyal penghimpunan total tenaga dan kekuataan warga negara Indonesia untuk berubah sikap dengan memiliki karakter patriot yang berani mengkoreksi dan mengkreasikan hal-hal baru demi majunya bangsa Indonesia, Presiden sedang menghimpun dan butuh dukungan yang besar

Presiden memerlukan tim support untuk bangsa ini yaitu karakter patriot- patriot pemberani, sikap dan SDM inilah yang akan buat bangsa Indonesia maju dan menang, guna mengatasi sikap penyelewengan dari orang-orang tertentu yang jadi boneka-boneka itu akan disapu bersih oleh perjuangan atau ditendang masuk kedalam timbunan sampahnya sejarah.

Presiden Jokowi sedang mengorganisir, membutuhkan dan menanti sikap karakter pemimpin yang berani membuka sebab-sebab kemacetan pembangunan nasional termasuk membuka sinyal luas dukungan rakyat Indonesia yang berani meluruskan kembali kepada cita-cita proklamasi guna menyingkirkan setiap tindakan penghalang dalam pembangunan bangsa.

Kesemuanya tujuan bangsa akan dapat tercapai bila ada kemauan yang kuat dari pemimpin nasional dan jajarannya harus menjadi contoh teladan, berupa komitmen nasionalisme, konsistensi dalam implementasinya, berani menyuarakan begitu ada hal-hal yang tidak patut, sikap kejujuran diri, memiliki rasa malu dan jiwa pengorbanan dan bukan mengorbankan.

Penulis: Azmi Syahputra
Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha)

Kabar7News, Jakarta – Belajar dari peristiwa Covid-19, kendala atas keterbatasan obat dan alat kesehatan, perlu dibentuk badan logistik kesehatan yang menampung dan mendistribusi kecukupan obat dan alat kesehatan buatan dalam negeri

Kalau terbentuk badan ini akan diharapkan mampu memfasilitasi produksi obat nasional dan alat kesehatan besar lebaran dalam negeri, tidak lagi tergantung import dan bisa lebih efisiensi dari harga yang tinggi, agar obat dan alat kesehatan harganya lebih terjangkau dan dapat dikontrol pemerintah.

Guna membentuk lembaga ini diperlukan reformasi kebijakan besar di level regulasi, mengingat kebijakan perdagangan yang terlalu protektif termasuk berbelitnya birokrasi yang menyebabkan harga obat tinggi.

Mengingat kesehatan ini adalah segala-galanya, tanpa kesehatan segala-galanya tidak bermakna.
Kesehatan ini jelas perintah dan amanah konstitusi, dimana negara harus mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang sesuai dengan martabat kemanusiaan…dan ”negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak termasuk mengatur bahwa setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan
terhadap kesehatannya, dan negara
bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya.

Upaya mewujudkan hak kesehatan tersebut dengan cara pemerintah harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang layak, merata, adil dan terjangkau bagi seluruh
lapisan masyarakat.

Untuk itu pemerintah perlu melakukan upaya konkrit yang segera untuk menjamin akses yang merata bagi semua penduduk dalam memperoleh pelayanan kesehatan terutama dalam hal ini, memprioritaskan perlu dibentuknya lembaga logistik obat dan alat kesehatan buatan dalam negeri atau memperluas fungsi agar unit ini ada di kementerian kesehatan.

Penulis: Azmi Syahputra
Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha)

Kabar7News, Jakarta – Bulan Agustus 2021 ini merupakan bulan yang sangat sarat dengan makna sosio historis bagi kehidupan Bangsa Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Secara historis, bulan Agustus adalah tonggak sejarah sekaligus bulan kemerdekaan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena pada tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta. Sedangkan secara sosial, sampai dengan bulan Agustus ini, kita telah cukup lama “dibelenggu oleh penjajahan” pandemi Covid-19 yang telah memporak porandakan dan merubah berbagai sendi kehidupan umat manusia secara global.

Bagi masyarakat Kabupaten Merauke, ditengah-tengah “belenggu penjajahan” pandemi covid 19, juga terdapat potensi ancaman terhadap kebhinekaan yang selama ini menjadi salah satu ciri khas Bumi Animha, yang sekaligus menjadi representasi miniatur dari ke Bhineka Tunggal Ika an Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ancaman itu antara lain isu terorisme yang berakhir dengan ditangkapnya 13 orang terduga pelaku terror oleh Densus 88 Polri, serta tindakan-tindakan berlebihan oknum aparat dalam membantu mengatasi permasalahan sosial yang menjadi isu besar dan berpotensi dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan tertentu untuk memecah belah masyarakat.

Karena itulah, momentum peringatan Hari Proklamasi ke 76 tahun 2021 ini hendaknya juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan refleksi historis, kemudian membulatkan tekad untuk bersama-sama menghadapi “penjajahan sosial” yang sedang terjadi saat ini, menguatkan kembali rajut kebhinekaan di Bumi Animha ini, dan selanjutnya kita bisa “MERDEKA KEMBALI” secara hakiki.

Dalam peperangan global menghadapi penjajahan covid 19, salah satu istilah yang paling sering terdengar sebagai upaya untuk dapat bertahan menghadapi pandemi adalah membangun imunitas, baik individu maupun kelompok, atau yang lebih dikenal dengan istilah herd immunity, disamping kepatuhan terhadap protokol kesehatan seperti mengenakan masker, menjaga jarak, rajin mencuci tangan, menghindari kerumunan dan membatasi mobilitas. Imunitas individu dapat ditingkatkan melalui kecukupan asupan vitamin C dan D dengan konsumsi makanan bergizi serta berjemur di pagi hari maupun berolahraga dan beristirahat secara teratur. Sedangkan imunitas kelompok (herd immunity) diupayakan dengan program vaksinasi yang telah diselenggarakan secara massif oleh pemerintah.

Imunitas ini juga diperlukan dalam menghadapi kemungkinan ancaman sosial yang berpotensi mengganggu kedamaian dan kerukunan masyarakat Merauke. Sebagaimana vaksin sinovac atau astrazeneca yang digunakan untuk membentuk herd immunity dalam menghadapi pandemi Covid-19, maka Bhineka Tunggal Ika juga ibarat vaksin dan vitamin yang mampu membangun dan meningkatkan social immunity. Bhineka Tunggal Ika sebagai vaksin pembentuk social immunity telah terbukti dan teruji dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia, melalui Sumpah Pemuda pada tahun 1928 yang menyatukan seluruh perbedaan etnisitas masyarakat nusantara, sehingga hanya dalam kurun waktu 17 tahun berhasil mengantarkan Indonesia untuk meraih kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, setelah ratusan tahun sebelumnya pergerakan-pergerakan perlawanan yang bersifat kedaerahan tidak mampu melepaskan diri dari belenggu penjajahan.

Vaksin Bhineka Tunggal Ika itulah yang saat ini juga harus disuntikkan secara massif kedalam tubuh manusia-manusia Indonesia, khususnya di wilayah Merauke agar kita sebagai bangsa memiliki social immunity yang kuat untuk menghadapi berbagai potensi ancaman yang bisa menghancurkan kedaulatan dan kemerdekaan. Nilai-nilai kebhinekaan yang telah menyatu dalam kearifan lokal BUMI ANIMHA dengan semboyan IZAKOD BEKAI IZAKOD KAI juga telah teruji dan terbukti mampu menyelesaikan permasalahan sosial di tengah masyarakat Merauke dengan sangat baik, tanpa menimbulkan bekas luka yang berkepanjangan. Oleh karenanya, kesadaran akan hal ini harus terus digaungkan oleh para tokoh masyarakat dan generasi muda sebagai agen perubahan, agar Merauke benar-benar bisa menjadi miniatur NKRI di ujung timur dan membagikan cahaya terangnya kewilayah lain.

TNI ada untuk membantu merekatkan kembali rajut kebhinekaan guna meraih hakikat kemerdekaan

TNI, diberikan amanat oleh rakyat melalui undang-undang sebagai alat negara di bidang pertahanan yang tugas pokoknya adalah menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. TNI AD menempatkan Pembinaan Teritorial sebagai salah satu fungsi utama, untuk terus menjaga kemanunggalan dengan rakyat sebagai benteng terakhir kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai implementasinya, TNI AD senantiasa hadir ditengah-tengah masyarakat untuk membantu mengatasi berbagai persoalan, baik yang terkait langsung dengan permasalahan pertahanan Negara maupun masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Di wilayah Merauke ini, selain pasukan organik jajaran Korem 174, dengan ujung tombaknya para Babinsa yang tersebar di pelosok-pelosok kampung, juga terdapat pasukan Pengamanan Perbatasan yang tugas utamanya menjaga perbatasan Negara, sekaligus mengemban tugas tambahan melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. Banyak yang telah dilakukan oleh pasukan TNI AD dalam membantu masyarakat di kampung-kampung yang memiliki keterbatasan akses informasi, infrastruktur serta layanan publik.

Keberadaan para Babinsa dan prajurit di pos-pos Pamtas, telah banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar. Para prajurit telah mampu mengisi kekosongan atau keterbatasan aparat pemerintahan untuk menjangkau wilayah-wilayah tersulit dan membantu melakukan pelayanan publik sesuai batas kemampuan dan kewenangannya. Kita bisa sama-sama melihat melalui media, berbagai hal positif yang telah dilakukan oleh para prajurit TNI AD, baik Babinsa maupun para pasukan Pengamanan Perbatasan, mulai dari menjadi guru bagi anak-anak, melakukan pelayanan kesehatan, berbagi keterampilan, bercocok tanam hingga membangun infrastruktur yang sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar.

Pada akhirnya, kita tentu sama-sama meyakini bahwa kebaikan dan kedamaian serta keindahan tatanan sosial masyarakat Merauke ada ditangan kita sendiri. Kita sebagai generasi yang semakin terdidik dan modern ini harus mampu menjaganya, agar tidak hancur oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang memanfaatkan sekecil apapun yang terjadi di halaman rumah kita. Itulah hakikat kemerdekaan yang sesungguhnya, yaitu terbebas dari ancaman-ancaman konflik sosial yang mengganggu kedamaian dan kenyamanan Merauke sebagai Bumi Animha.

Kemerdekaan itu tidak hanya sekedar anugerah Tuhan yang kita dapatkan begitu saja kemudian kita biarkan. Kemerdekaan itu adalah anugerah Tuhan atas kerja keras kita untuk menggapainya, dan kemudian menjaganya dengan sepenuh hati.

DIRGAHAYU KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA KE-76

Penulis: Brigjen TNI Bangun Nawoko
Danrem 174/Atw di Merauke
 

Kabar7News, Jakarta – Keluarga pengusaha Almarhum Akidi Tio, ramai menjadi perbincangan publik, setelah memberikan sumbangan dengan nilai 2 triliun.
Bantuan diberikan melalui jalur pribadi ke Kapolda Sumatera Selatan pada 26 Juli lalu, yang akan cair via Bilyet Giro tanggal 2 Agustus 2021.

Melihat karakteristik kasus ini tidak bisa dijerat dan dikatakan sebagai penipuan, namanya janji menyumbang, bisa jadi diberikan dan bisa juga tidak diberikan atau dibatalkan, bila diingkari ya semesti hanya sanksi moral bukan sanksi pidana.

Yang perlu didorong adalah keterbukaan kedua belah pihak sehingga membuat terang apa yang terjadi dan keterkaitan atas masalah sumbangan ini.

Yang paling tahu faktualnya adalah Kapolda Sumsel maupun putri Almarhum Akidi Tio, mereka harus didorong untuk memberikan keterangan ke penyidik dengan sebenar benarnya termasuk menjelaskan pada publik, karena sampai saat ini putri Akidi Tio belum memberikan keterangan apapun.

Sepanjang mereka tidak memberikan keterangan atau membuka apa yang terjadi sebenarnya ini akan sulit terungkap apa yang terjadi dibalik kasus ini, bila mereka memberikan keterangan akan diketahui apakah alasan atau keterangan yang disampaikan tersebut dapat diterima akal atau tidak? karena jika melihat karakteristik dari penyumbang yang diviralkan ini dapat diduga ada fakta yang tidak lazim disini seperti ada fakta- fakta, data yang belum terungkap yang ditutupi sehinggga sulit membuat persesuaian antara saksi satu dengan yang lain termasuk dengan alat bukti.

Penulis: Azmi Syahputra
Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha)

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.