Kabar7News

 


Kabar7News, Denpasar – Direktur Penanganan Daerah Rawan Bencana (PDRB) pada Kementerian Desa Dan PDTT, Drs. Hasman Ma’ani, M.Si, menyampaikan paparan tentang pentingnya PDRA di daerah tertinggal kepada para peserta bimbingan teknis (Bimtek) Kementerian Desa dan PDTT, bertempat di Denpasar, Selasa, 6 Agustus 2019. Acara yang dilaksanakan di Quest Hotel San Denpasar, Jl. Mahendradatta No.93, Denpasar, Bali, itu diikuti oleh sekitar 75 orang peserta Bimtek, yang berasal dari berbagai unsur elemen masyarakat di Bali.

Dalam pemaparannya, Hasman, demikian ia lazim disapa, mengatakan bahwa setiap urgensi PDRA sudah disosialisasikan sejak 2015. “Kami sudah melakukan sosialisasi tentang urgensi Participatory Disaster Risk Assessment (PDRA – red) sejak tahun 2015, dan terus dilakukan hingga saat ini,” ujar Hasman sebagai pembuka paparannya.

Selanjutnya, Hasman menjelaskan bahwa prioritas penggunaan Dana Desa adalah berdasarkan Permendesa nomor 16 tahun 2018. “Berdasarkan Permendesa nomor 16 tahun 2018, dana desa dapat digunakan untuk bidang pembangunan desa dan bidang pemberdayaan masyarakat desa. PDRA dapat menggunakan dana desa dari segi pemberdayaan masyarakat desa,” imbuh Hasman.

Paparan Direktur PDRB tersebut amat penting diketahui, dipahami, dan dilakukan, oleh para perangkat desa. Sebagai informasi bahwa peserta Bimtek Kemendes kali ini lebih dari setengahnya adalah para kepala desa yang ada di Bali dan Nusa Tenggara.

Hasman berharap melalui pemaparan yang disampaikan kepada para peserta, para kepala desa dan perangkat, seperti BPPD dan BMD serta pendamping desa tidak ragu dalam menggunakan dana desa untuk program pemberdayaan masyarakat yang terkait kebencanaan. “Kita berharap para perangkat desa dapat membuat alokasi anggaran untuk PDRA melalui penyusunan APBDesa kedepannya,” pungkas praktisi penanganan bencana ini.

(MLY/Red)

 



Kabar7News, Jakarta – Undang-undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa mewajibkan pemerintah pusat untuk mengalokasikan dana desa dari anggaran nasional untuk peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa. Menurut catatan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) hingga akhir tahun 2016 setidaknya terbangun lebih dari 120.000 km jalan, 1.960 km jembatan, 5.220 unit pasar desa, pembangunan tambatan perahu sebanyak 5.116 unit, pembangunan embung 2.047 unit, dan pembangunan irigasi sebanyak 97.176 unit. Selain itu juga pembangunan penahan tanah sebanyak 291.393 unit, pembangunan sarana air bersih 32.711 unit, pembangunan MCK 82.356 unit, pembangunan poliklinik desa 6.041 unit, pembangunan sumur 45.865 unit.

Namun berbagai bentuk penyalahgunaan dana desa juga tidak sedikit. Berdasarkan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch, sepanjang 2015 sampai 2017, kasus tindak pidana korupsi di tingkat desa semakin menjamur. Pada 2015 setidaknya ada 17 kasus, jumlah ini meningkat menjadi 41 kasus pada 2016 dan 96 kasus pada 2017. Jika di total, dalam kurun waktu 3 tahun, setidaknya ada 154 kasus korupsi di tingkat desa dengan kerugian negara mencapai Rp 47,56 milyar.

Lebih lanjut, dari 154 kasus korupsi di tingkat desa, sebagian besar terkait dengan dana desa yaitu 127 kasus. Latar belakang pelaku yang paling banyak terlibat korupsi di tingkat desa adalah kepala desa yaitu 112 orang. Selebihnya merupakan perangkat desa 32 orang dan keluarga kepala desa 3 orang. Modus yang digunakan pun bermacam-macam, mulai dari penyalahgunaan anggaran, penggelapan anggaran, pembuatan laporan/ kegiatan/ proyek fiktif hingga penggelembungan harga.

Data ini memperlihatkan masih buruknya tata kelola dana desa. Bahkan kepala desa dan perangkat desa yang seharusnya mengelola dana desa untuk kepentingan masyarakat justru menjadi bagian dari praktek penyimpangan.

Rentannya dana desa untuk disalahgunakan sebenarnya juga disadari oleh pemerintah. Sehingga pada Juli 2017 dibentuklah Satuan Tugas Dana Desa (Satgas DD) yang diketuai oleh Bibit Samad Rianto. Satgas ini bertugas untuk mengawasi pelaksanaan penggunaan dana desa, merumuskan kebijakan terkait, dan menerima serta menindaklanjuti laporan dugaan penyimpangan dana desa. Sayangnya, sampai saat ini belum ada gebrakan yang dilakukan Satgas DD dalam menghadapi korupsi dana desa yang semakin lama semakin meningkat.

Kerentanan penyalahgunaan dana desa semakin bertambah menjelang pilkada serentak 2018. Tidak menutup kemungkinan dana desa dijadikan sumber pendanaan baru dalam pemenangan pilkada. Berkaca pada pilkada serentak 2017 lalu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan indikasi lambatnya pencairan dana desa karena sengaja didekatkan waktunya dengan proses pilkada serentak.

Hal serupa mungkin saja terjadi dalam pilkada serentak mendatang. Selain itu, kepala daerah yang mencalonkan diri dalam pilkada juga rentan menggunakan dana desa untuk kepentingan pribadinya dalam rangka pemenangan pilkada. Sebab tidak ada keharusan bagi kepala daerah untuk mengundurkan diri namun hanya berupa cuti.

Penting bagi semua pihak, termasuk warga desa, untuk mengawasi perhelatan pilkada di daerah masing-masing guna memastikan anggaran desa tidak digunakan untuk kepentingan politik. Penting juga bagi kepala desa dan aparaturnya untuk independen dan fokus pada pemberdayaan dan kesejahteraan desa semata.
(ICW)

 


Kabar7News, Subulussalam – Ketua DPD II Partai PBB Kota Subulussalam, Karlinus, menyatakan dukungannya terkait upaya untuk mendorong DPRA agar merevisi Qanun Bendera Bulan Bintang menjadi Bendera Alam Peudang. “Partai Bulan Bintang Subulussalam menyatakan mendukung penuh upaya revisi terhadap Bendera Provinsi Aceh, yang selama ini jadi polemik, kepada Bendera Alam Peudang,” ungkap Karlinus kepada media ini, Selasa, 6 Agustus 2019.

Karlinus menegaskan bahwa memang sudah sepantasnya DPRA merevisi Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang pengesahan Bendera Bulan Bintang. “Semestinya direvisi itu, karena Qanun tersebut sudah dibatalkan oleh Mendagri, sebab dianggap tidak sesuai dengan butir-butir perjanjian damai MoU Helsinki,” imbuh putra asli Subulussalam ini.

Karlinus mengatakan, Keputusan Kepmendagri 188.34-4791 Tahun 2016 merupakan Keputusan final. Menurutnya, Pemerintah Pusat jangan memberi celah pada kelompok yang berkeinginan membangkitkan kembali semangat separatis dengan mengajukan Bendera Bulan Bintang sebagai Bendera dan Lambang Aceh.

Karlinus mengatakan, Bendera Alam Peudang yang diusung oleh para akademisi, sejarawan, tokoh adat dan mahasiswa Aceh, sangat pantas untuk mengakhiri polemik Bendera Aceh. “Bendera Alam Peudeng adalah bendera kejayaan Aceh pada jaman Sultan Iskandar Muda yang sudah mempersatukan rakyat Aceh, sehingga sangat layak untuk dijadikan bendera Provinsi Aceh,” pungkas Karlinus.


(Red)


Kabar7News, Surabaya – ASEAN dan Pemerintah Amerika melalui USAID bejerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggelar Workshop Pengembangan Rencana Aksi Nasional untuk Menangkal Ekstrimisme (Developing National Action Plan on Countering Violent Extremism) dan Pertemuan Cross-Sectoral and Cross-Pillar untuk Susun Rencana Kerja (Work Plan) ASEAN Plan of Action to Prevent and Counter the Rise of Radicalisation and Violent Extremism (ASEAN PoA P/CVE) 2018-2025 di Hotel Shangri-La, Surabaya, 5-8 Agustus 2019.

Workshop yg dibuka secara resmi oleh Emil Dardak, Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur, dan dihadiri oleh perwakilan negara-negara ASEAN ini, berfokus pada sharing pengalaman dan pembelajaran pendekatan countering violent extremism di tingkat global, regional dan nasional dengan format pemaparan kasus dan presentasi berbagai hasil penelitian.

“Kita menghadapi tantangan ekstrimisme yg semakin kompleks di semua tingkatan. Bukan hanya disebabkan oleh ideologi semata tetapi juga ekonomi dan politik global dan nasional,” ungkap Emil dalam sambutan pembukaannya.

Pada kesempatan yang sama, Andhika Chrisnayudhanto, Deputi Kerjasama Internasional, BNPT, dalam sambutannya menegaskan bahwa acara hari ini dihadiri oleh anggota ASEAN sehingga kita dapat membuat work plan bagaimana kita menghadapi kawasan-kawasan yang berkaitan dengan masalah violent extremism bersama-sama. Karena tidak mungkin kita mengatasi sendiri, tetapi harus bersama sama secara bilateral, regional (ASEAN) dan multilateral secara global.

Sementara itu, Christoper Harnisch, U.S. Department of State Deputy Coordinator for CVE- Indonesia dan negara-negara ASEAN telah mengambil langkah saling berbagi informasi dan teknologi untuk menangkal terorisme. Indonesia pun telah menjadi salah satu pemimpin global dalam upaya melawan terorisme.

“Melalui USAID, Pemerintah AS sebagai mitra dialog ASEAN mendorong kelanjutan kerjasama yang selama ini telah dilakukan serta mendukung adanya pengembangan program terkait tindakan preventif radikalisme maupun violent extremismte,” lanjut Christoper dalam sambutannya.

Kegiatan Workshop ini turut dihadiri oleh Drs. Hasman Ma’ani, M.Si, mewakili Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sebagai Chair ASEAN-Senior Official Meeting Rural Development and Poverty Eradication (SOMRDPE).

“Kementerian Desa, PDTT, saat ini menjadi Focal Point ASEAN-SOMRDPE menjadi bagian penting dalam seluruh upaya kita untuk menguatkan pilar sosial dan budaya masyarakat ASEAN,” tutur Hasman yang juga sebagai Direktur PDRB di Kementerian Desa, PDTT.

Workshop yang berlangsung selama 2 hari ini diikuti wakil dari seluruh SOMTC ASEAN dan badan-badan sektoral ASEAN lainnya dari tiga pilar komunitas ASEAN yaitu: ACMW, ACW, ACWC, AICHR, ASLOM, DGICM, SLOM, SOMED, SOMSWD, SOMY, SOMRDPE serta lembaga-lembaga ASEAN seperti AIPR, ASEAN Foundation, AUN, dan Sekretariat ASEAN.

Workshop ini juga menghadirkan para pembicara dari agensi PBB yaitu UNOCT, dan pembicara dari unsur NGO dan perguruan tinggi seperti AMAN, PPIM UIN Jakarta dan C- SAVE. Sementara K/L terkait yang turut mendukung SOMTC-Indonesia pada pertemuan ini adalah Kemenlu, Polri dan BNPT.


(Aff/Red)

Kabar7News, Jakarta – Tim Intelijen Kejaksaan Negeri Pekanbaru bersama dengan Tim Intelijen Kejaksaan Tinggi Riau berhasil mengamankan dan menangkap buron terpidana kasus ITE. Hal ini merupakan program Tangkap Buron (Tabur) 31.1 dan merupakan Tabur ke-108.

“Buron terpidana atas nama Toroziduhu Laia, merupakan DPO dalam kasus tindak pidana Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang terjadi pada tahun 2017 dan terbukti bersalah melanggar pasal 27 ayat (3) jo pasal 45 ayat (3) Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),” kata Kapuspenkum Kejagung, Mukri, di Jakarta, Selasa (6/8/2019).

Mukri menjelaskan, dalam UU tersebut menyebutkan apabila melakukan perbuataan sengaja tanpa hak mendistribusikan dan mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik akibat perbuatan tersebut, terpidana diganjar hukuman selama 1 tahun dan denda sebesar Rp100.000.000 dan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan penjara.

Hal tersebut berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi  Nomor: 91/PID.SUS/2019/PT.PR tanggal 11 April 2019 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor: 540/PID.SUS/2018/PN.PBR tanggal 11 Februari 2019.

“Selanjutnya buron terpidana langsung dibawa oleh Tim Jaksa ke Klas II B Sialang Bungkuk, Pekanbaru untuk menjalani masa hukumannya,” ungkap Kapuspenkum Kejagung.

 

(Deva)

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.