Kabar7News, Jakarta – KPK yang berdiri awal dengan KPK sekarang kondisinya contradictio in terminus dan contradiction in adjecto, ibarat mencampur minyak dengan air yang terjadi saat ini melalui kebijakan revisi UU KPK, dugaan pembantaian struktural, mempersempit fungsi dan organisatoris dalam organ KPK yang berhasil dijinakkan dengan sempurna.

Hal tersebut diutarakan Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra kepada Kabar7News di Jakarta, pada Minggu (16/5/2021).

Menurut Azmi Kebijakan-kebijakan yang saat ini berdampak pasca revisi UU KPK, mulai dari pro kontra kebebasan berpendapat, aksi demo masyarakat, permohonan uji materi ke Mahkamah konsitutusi, dugaan naskah akademik yang fiktip, dan terakhir digongin dengan peralihan status pegawai menjadi ASN melalui test wawasan kebangsaan dan dari TWK ada pula 75 orang yang dinyatakan tidak lulus, ini kesemua adalah bagian dari revisi UU KPK.

Dikatakan Azmi, dampak revisi UU KPK kini telah tampak arahnya, karenanya akan terlihat alur revisi ini salah satunya melalui tahap kebijakan legislasi oleh pembuat UU inilah yang jadi pintu strategis dan paling menentukan dilihat dari proses kebijakan untuk mengoperasionalkannya.

“Karenanya kebijakan legislasi merupakan kunci strategis dan menentukan, maka kesalahan dalam tahap legislasi akan berpengaruh besar ke tahap aplikasi dan administrasi, inilah antara lain dampak yang sekarang dirasakan dan terjadi dalam organ KPK pasca revisi UU KPK,” tegas Azmi.

Maka jika melihat atau kembalilah pada masa historical terbitnya UU Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK, UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang merupakan faktor pendukung yang tidak terpisahkan dari strategi dan rencana aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi, yang mana dalam konsiderannya mengakui bahwa korupsi di Indonesia secara sistematik dan meluas dan berdampak negatif merusak tatanan hidup berbangsa.

Serta menghambat gerak laku pembangunan, lanjut Azmi guna tercapainya negara kesejahteraan maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa dan pemberantasannya harus dilakukan dengan cara terus menerus yang menuntut peningkatan kapasitas kelembagaan, SDM termasuk menyeimbangkan kesadaran sikap, perilaku masyarakat anti korupsi agar terlembaga dalam sistem hukum nasional.

“Konsideran inilah yang sudah hilang dalam UU Revisi KPK tahun 2019 seolah kurangnya semangat anti korupsi dan kurang menguatkan fungsi dan kewenangan organ KPK,” tambah Azmi.

Diketahui bahwa korupsi akan subur disebabkan oleh peraturan yang buruk termasuk bila ada intervensi, karena sumber korupsi itu yaitu bad laws and bad man, bila regulasi sudah buruk apalagi berkolaborasi dengan keberadaan bad man ini pengaruhnya akan dirasakan lebih berbahaya dan mengganas.

(wem)

 

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.