Kabar7News, Karawang – Pernyataan Kepala Sub Seksi Hukum Kehumasan Tenurial Agraria (KSS HKTA) Perum Perhutani KPH Purwakarta, Jawa Barat, Yayat Sudrajat, terkait lahan di Blok Cijengkol, Desa Mulyasari, Kecamatan Ciampel, Karawang, yang dikisahkan telah dijual Ondo kepada Abdul Rojak, untuk kemudian di _ruislag_ sebagai kawasan hutan yang dikelola Perhutani, dibantah keras oleh Aceng, salah seorang anak (ahli waris) Ondo.

Gara-gara informasi itu, kemarin Sabtu saya sampai nyariin Pa Yayat ke KPH Purwakarta, sayangnya tidak ketemu. Kami sebagai ahli waris Bapak Ondo dengan tegas membantah pernyataan tersebut, lagian memang Pa Yayat kenal sama bapak saya Pa Ondo kan sudah lama meninggal. Karena kalau memang ada jual beli (antara Ondo dan Abdul Rojak) buktinya mana, kuitansinya mana, apakah diketahui ahli waris Bapak Ondo,” ungkap Aceng, Minggu (13/8/2023).

Untuk menguatkan pendapatnya ini, Aceng menjelaskan bahwa anak almarhum Ondo berjumlah 7 orang, dari 7 anak ini ada salah satu yang pernah menjadi kepala desa (lurah) di Desa Mulyasari, Kecamatan Ciampel, Karawang (lokasi tanah Blok Cijengkol, red) bernama Acim Suparto, yang menjabat kepala desa hingga 3 periode. Acim menjabat Kades Mulyasari setelah orang tua mereka Ondo meninggal dunia, dan selama menjabat kepala desa, Acim meyakini tidak pernah ada catatan administrasi di kantor desa bahwa Ondo terlibat jual beli tanah miliknya di Blok Cijengkol dengan Abdul Rojak.

“Kaka saya Acim Suparto sudah 3 kali jadi lurah (kades) di Mulyasari, dan sepengetahuannya tidak pernah ada catatan di kantor desa bahwa ada jual beli antara Pa Ondo dengan Abdul Rojak. Anak Pa Ondo kan 7 orang, kalau ada jual beli ahli waris kan pasti tandatangan. Kenyataannya tidak pernah ada jual beli, baik tukar guling, pupuk kujang atau nama Abdul Rojak, semua ahli waris tidak pernah tahu nama dan istilah tersebut. Kita tahu ada nama Abdul Rojak setelah di persidangan saja, dulu kan tidak ada ribut-ribut sebelum perhutani mengklaim tanah tersebut,” yakin Aceng.

Setelah jalannya persidangan ini, nama Abdul Rojak mulai dicari tahu para ahli waris Ondo, dan jejak Abdul Rojak dalam persoalan tanah di wilayah Ciampel diketahui jauh dari lokasi Blok Cijengkol.

“Kalau tanah Bapak Ondo itu yang sekarang masih jadi sengketa dengan Perhutani, sementara kalau cerita Pupuk Kujang dan Abdul Rojak itu yang kami dengar jauh dari tanah bapak saya sekitar 3 kilometer (km) dari situ. Jadi klaim Perhutani ini salah alamat sebenarnya, apa karena sekarang lahan tersebut bernilai sehingga Perhutani ngotot,” ungkap Aceng.

Untuk meluruskan persoalan ini, Aceng bahkan meminta agar dikonfrontasi dengan Yayat Sudrajat langsung, agar tidak terjadi kesalahpahaman.

“Semenjak kasus ini naik di persidangan awal di PN Karawang tahun 2021, hingga PT di Bandung dan lanjut di MA Jakarta, kami ahli waris (Alm) Bapak Ondo tidak pernah bertemu langsung dengan Pa Yayat Sudrajat, padahal beliau ini kan pengacara pihak Perhutani. Saya yakin dalam hati beliau (Yayat Sudrajat, red) ada pertentangan dalam persoalan ini, mungkin karena sebenarnya beliau mengaku salah makanya tidak pernah berani menemui kami ahli waris Bapak Ondo. Padahal kami siap dikonfrontir kapan pun, tunjukan bukti-bukti kepemilikan perhutani atas lahan bapak saya ini, selama ini kan cuma peta-peta saja,” tantang Aceng.

Sementara itu, Elyasa Budiyanto, kuasa hukum Ara Cs, menjelaskan bila cerita Yayat Sudrajat atas lahan tersebut tidak benar, maka yang bersangkutan dapat dijerat pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1946 dengan ancaman hukum 10 tahun penjara.

Diketahui, pernyataan Kepala Sub Seksi Hukum Kehumasan Tenurial Agraria (KSS HKTA) Perum Perhutani KPH Purwakarta, Yayat Sudrajat, SH., yang dipersoalkan ahli waris Ondo ialah terkait lahan yang menjadi pokok gugatan (Blok Cijengkol/Petak 25) merupakan hutan negara hasil tukar menukar Perhutani dengan seseorang yang bernama Abdul Rojak pada dekade tahun 1970-an, pernyataan ini adalah hasil wawancara dengan yang bersangkutan dan dimuat pada media online Target Buser pada 9 Agustus 2023 (Adu Data di Blok Cijengkol — Yayat Sangkal Bukti Ara, Elyasa Menohok ke Cellica).

(**)

 

Kabar7News, Jakarta – Pengurusan sertifikat tanah di Kementrian dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional(BPN) Wilayah Jakarta Utara mendapat keluhan warga, berawal dari rencana ingin mengurus balik nama sertifikat tersebut sedang dalam pemblokiran oleh pihak BPN Jakarta Utara.

Kuasa hukum pemilik Sertifikat Hak Guna Bangunan nomor 11377 atas nama Ruslandina Marpaung yakni Ghossen Boy Pasaribu,SH.MH mengatakan bahwa sertifikat kliennya saat ini dalam kondisi
terblokir (sanggahan/sengketa) oleh BPN Jakarta Utara.

“Kami sudah bertemu dengan bagian unit sengketa yang bernama Pak Deddy sebagai wakil BPN Jakarta utara, yang kedua Pak Satria sebagai perwakilan sengketa BPN Jakarta utara mereka tidak kooperatif,dan tidak mau ketemu kita, Sebelum di mutasi harusnya ketemu kita dulu, ternyata sudah mutasi dengan alasan ada permasalahan,” jelas Boy Pasaribu, di Jakarta, Jumat (21/7/2023).

Dirinya merasa heran kenapa pihak BPN tidak melakukan koordinasi terlebih dahulu sebelum melakukan pembelokiran, menurutnya pihak BPN melakukan pemberitahuan atau bertemu dahulu baru kemudian proses mutasi.

Kita tidak tahu kenapa diblokir gara-gara apa,tiba-tiba kita mau balik nama sertifikat atas nama anaknya Ibu Ruslandina Marpaung ternyata di BPN itu sudah diblokir, menurut Eko Agus Budianto seorang petugas pemblokiran, sudah overlap (Tumpang Tindih) alasan pemblokiran oleh BPN dengan M 710 namanya Soebiakto Leksokumoro,” keluhnya.

Dia merasa tahun 1980 sudah punya sertifikat sebelum lahirnya akte jual beli kita,” tambah
Ghossen Boy Pasaribu saat ini pihaknya sudah melakukan upaya hukum, namun dalam proses upaya hukum tersebut menurut Ghossen piihak lawan yang bersengketa tidak dapat menunjukan bukti atau berkas kepemilikan tanah tersebut.

Dari situlah kami menempuh langkah-langkah hukum, sebenarnya mediasi ternyata orang Soebiakto Leksokumoro tidak koorporatif, dia tidak membawa apa-apa tidak ada bukti atau berkas yang lengkap,” ucap Ghossen.

Dia hanya cerita, kalau orang cerita silakan buka berkas yang ada, jangan setelah dua tahun seperti
ini membeku, jadi kita yang di rugikan,” tegasnya.

Pihaknya berharap BPN Jakarta Utara harus bersikap sesuai dengan aturan yang berlaku, dirinya mengatakan proses penerbitan sertifikat tersebut merupakan program Nasional dari Presiden
Jokowi, sehingga menurutnya sangat tidak mungkin sertifikat tersebut di sebut tidak sah.

“Saya berharap BPN Jakarta Utara bersikap harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, kalau
dia sudah menjalankan PTSL ini dan sudah keluar sertifikat pada tahun 2018, dia sudah mengeluarkan sertifikat program presiden jokowi, kita sudah dapatkan sertifikat itu, jangan dianggap tidak sah
sertifikat itu, sekarang yang menjadi masalah sertifikat itu, menurut mereka tidak sah, sehingga akte jual beli itu tidak ada di BPN, Jadi kita pegang surat apa sebagai pemilik tanah,” tutup Ghossen.

Setelah dikonfirmasi Ronal A.SH.MH sebagai Kepala Pengendalian dan Penyelesaian Sengketa Tanah Badan Pertanahan Jakarta Utara menjelaskan atas nama Ruslandina belum pernah mengajukan pengecekan secara resmi terhadap Surat Hak Bangunan 11377.

“Ibu Ruslandina Marpaung belum mengajukan permohonan secara resmi, baru mengajukan pengecekan terhadap Hak Guna Bangunan 11377 atas nama Ruslandina Marpaung,” terang Ronal ketika di wawancarai di di Kantornya pada Jumat (21/7/2023).

Ronal juga menjelaskan pemblokiran SHGB tersebut dikarenakan overlap dengan Sertifikat M 710 Kelapa Gading atas nama Eko Bagus Budiarto yang terbit pada tahun 1980, pada senin tanggal 20 Januari 2023 lalu juga sudah memfasilitasi untuk mediasi bagi kedua belah pihak.

“Didalam KKP kita terdapat catatan blokir karena overlap dengan M 710 Kelapa Gading atas nama Soebiakto L, M 710 ini terbit pada tahun 1980 dengan luas 4076 M2 dan sipemilik sertifikat M 710 ini sudah mengajukan keberatannya juga ke BPN Jakarta Utara, suratnya dari Andi M Tandaramang pada tanggal 6 Juni 2023 kepada Kepala ATR/BPN Jakarta Utara yang terbit diatas M710 Kelapa Gading dan surat dari wardi kuasa dari pemilik sertifikat juga yang mana perihalnya tidak ada di sini, jadi dengan adanya keberatan ini menjadi pertimbangan lalu kita undang mediasi para pihak pada Senin, 20 Januari 2023 yang pada intinya menyatakan bahwa tim Jayanews.id menkonfirmasi terhadap penanganan pengaduan atas nama ibu Ruslandina Marpaung bulan Desember 2022 pada 9 Januari 2023 atas sebidang sertifikat HGB,” jelas Kepala Pengendalian dan Penyelesaian Sengketa Tanah Badan Pertanahan Jakarta Utara.

Menurut Ronal dirinya sudah bekerja berdasarkan Permen nomor 21 tahun 2020 tentang penanganan sengketa/konflik pertanahan dengan memfasilitasi mediasi untuk kedua belah pihak dengan harapan mendapatkan win-win solusi, namun karena terbentur dengan pasal 64 ayat PP 18/2020 kasus ini termasuk overlap dan tidak adanya penyelesaian dalam mediasi BPN Jakarta Utara memutuskan untuk meningkatkan pada pembatalan sertifikat.

“Kita bekerja berdasarkan peraturan yaitu Permen no. 21 tahun 2020 penanganan sengketa/konflik pertanahan ada namanya tahapan mediasi, nah tahapan mediasi ini yang akan kita tempu untuk mencari win-win solusi untuk Pengadu dan Teradu tapi sifatnya kita mencari solusi bersama yakni kesepakatan bersama tapi sifatnya BPN tidak akan berat sebelah, tidak akan memaksa yang mana tergantung para pihak, akan tetapi kita benturkan dengan pasal 64 ayat PP 18/2021 kasus ini termasuk overlap itu ada pada kewenangan BPN untuk menyelesaikan masalah, bagaimana caranya, ada mediasi, ada pembatalan sertifikat.

“Bila tidak ada kesepakatan maka kita tingkatkan ke pembatalan sertifikat,” pungkasnya.

(wem)

Kabar7News, Ambon – Kepala Kepolisian Daerah Maluku, Irjen Pol Drs. Lotharia Latif., S.H., M.Hum, menerima kunjungan dari Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) provinsi Maluku, R. Agus Marhendra, A.Ptnh., M.Si.

Pertemuan silaturahmi itu dilangsungkan di ruang kerja Kapolda Maluku di Markas Polda Maluku, Jalan Sultan Hasanuddin, Tantui, kota Ambon, Rabu (21/9/2022).

Kedatangan Kakanwil BPN Maluku tidak sendiri. Ia didampingi Kepala BPN Ambon, serta Kabid Pengamanan dan Penanganan Sengketa. Sementara Kapolda Maluku, didampingi Irwasda, Karo Rena, dan Kabagada Biro Log Polda Maluku.

“Kami menyampaikan terima kasih kepada Bapak Kapolda Maluku yang telah menerima kunjungan silaturahmi kami hari ini,” kata Marhendra.

Marhendra juga menyampaikan terima kasih dan apresiasinya kepada anggota Polri, khususnya di Maluku, karena telah banyak membantu BPN selama ini.

“Kami berharap Polda Maluku dapat terus bersinergi dengan kami BPN Provinsi Maluku dalam penanganan konflik di Maluku,” harapnya.

Senada dengan Kakanwil BPN, Kapolda Maluku berharap kerjasama yang sudah terjalin lama dapat terus ditingkatkan. Sebab, dengan kerjasama yang baik bisa mewujudkan Maluku Aman, Maluku Damai, dan Maluku Sejahtera.

“Saya mengucapkan terima kasih kepada Kakanwil dan staf yang telah bekerjasama dengan kami Polda Maluku,” ungkap Kapolda.

Selain itu, Irjen Latif juga berharap kepada BPN Maluku agar dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat di desa-desa yang memiliki potensi konflik.

“Terkait banyaknya konflik di Maluku, saya berharap Badan Pertanahan Nasional melaksanakan sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat desa yang memiliki potensi konflik,” harapnya.

Kapolda pun mengaku siap untuk memberdayakan anggota Bhabinkamtibmas di setiap desa di Maluku untuk menggalang masyarakat.

“Bapak Kakanwil boleh melakukan kerjasama dan koordinasi dengan kami dalam memberdayakan Bhabinkamtibmas Polda Maluku di setiap desa,” pintanya.

Pemberdayaan Bhabinkamtibmas, kata Kapolda, dimaksudkan agar dapat menggalang Lurah atau Pejabat Desa. Ini dilakukan agar sosialisasi kepada masyarakat terkait bahaya konflik menjadi lebih mudah.

“Tugas BPN sama dengan Polri, salah satunya turun ke tempat-tempat konflik. Karena itu kami Polda Maluku akan mendukung, mensuport dan bersinergi terus dengan Badan Pertahanan Nasional Provinsi Maluku,” ungkap Kapolda.

Tak hanya itu, Irjen Latif juga mengharapkan adanya pertukaran data yang terintegrasi antara Polda Maluku dengan Kanwil BPN Maluku. Sehingga data potensi rawan konflik di Maluku dapat segera diantisipasi.

“Saya berharap ada pertukaran data antara Polda Maluku dan BPN Provinsi Maluku yang terintegrasi, agar kami Polda Maluku bisa meneruskan kepada jajaran untuk mengantisipasi maupun melakukan penanganan konflik di Maluku,” harapnya.

(**)

Kabar7News, Jakarta – Mafia tanah adalah mafia hukum. Orang yang bisa merebut hak kepemilikan tanah pihak lain, pasti tidak bekerja sendirian. Dalam urusan perkara perdata, orang itu harus bekerja sama dengan ahli hukum, penegak hukum, pihak pengadilan dan pihak-pihak lain. Bukan mustahil, sambil menjalankan perkara perdata, orang itu juga melakukan gempuran melalui media dan penekanan-penekanan dengan pengaduan pidana.

Irjen. Pol. (Purn) Ronny F. Sompie menegaskan hal itu Sabtu (2/7) pada forum diskusi terbatas (focus group discussion atau FGD) di Bintaro, Jakarta Selatan. “Dalam urusan pidana, bukan mustahil orang itu bekerjasama dengan oknum penyidik, mengadukan kasus penyerobotan tanah atau pemalsuan surat,” ujar Sompie.

“Jadi memang mafia tanah sebetulnya adalah mafia hukum.”
Diskusi terbatas bertajuk ‘Konflik Pertanahan’ tersebut digagas oleh advokat Dr Ir Albert Kuhon MS SH. Antara lain dihadiri gurubesar ilmu hukum Universitas Pancasila Prof Dr Agus Surono SH MH, Ketua Bidang Perundang-undangan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (INI) yang sekaligus Ketua Pengurus Daerah Ikaatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Kabupaten Tangerang Mumu Mugaera Djohar SH MKn, akademisi dari Universitas Nahdatul Ulama Indonesia Amsar Dulmanan dan Hasan Muaziz SH MH.
Tidak Konsisten

Menurut Mugaera Djohar, sengkarut masalah pertanahan di Indonesia antara lain disebabkan sikap pemerintah Indonesia yang tidak konsisten dalam menegakkan aturan. UU Pokok Agraria tahun 1960 yang dikenal sebagai UUPA mencabut Agrarische Wet sebagai yang diterbitkan Belanda tahun 1870.
Sesuai dengan aturan, segala bentuk hak-hak tanah yang lama berakhir dan tidak berlaku lagi sejak Oktober 1987. Nyatanya masih ada pihak-pihak yang berperkara menggunakan alat bukti hak-hak lama seperti Leter C atau girik, Leter D atau petok, verponding dan lain-lain.

Tragisnya, dalam banyak kasus perdata tanah, Leter C atau Leter D masih juga diterima sebagai alat bukti. Padahal sudah pernah ditegaskan bahwa keabsahan hak-hak lama maupun Leger C dan Leter D sudah tidak berlaku lagi.
Kepastian Keadilan
Leter C adalah catatan mengenai pajak tanah, bukan bukti kepemilikan tanah. Menurut notaris itu, tidak ada lagi Leter C yang asli, sudah digantikan dengan catatan Leter C.

“Hal-hal seperti ini mestinya dipahami oleh para aparat penegak hukum, termasuk para hakim,” ujar Mugaera.

Kegagalan para hakim memahami peraturan pertanahan, sering mengakibatkan putusan perkara pertanahan menyimpang dari kepastian hukum dan kepastian keadilan. Pemilik tanah secara sah dan memiliki sertifikat tanah, bisa dikalahkan oleh orang yang mengaku memiliki girik atau petok. “Padahal zaman sekarang ini sudah tidak ada lagi Leter C yang asli,” ujar Mugaera.

Sompie menegaskan, hakim perkara perdata sering bergeming tidak memeriksa perkara secara materiil. Pembuktian dibebankan kepada pihak yang mendalilkan.

“Hakim memang harus menegakkan hukum sehingga kepastian hukum bisa terjamin,” kata Sompie, ”Selain kepastian hukum, hakim juga harus menegakkan kepastian keadilan.”

Albert Kuhon mengungkapkan, diskusi itu digagasnya karena keprihatinan akan maraknya perkara perdata tanah. Setiap tahun rata-rata ada sekitar 3.000 putusan perdata tanah di seluruh pengadilan di Indonesia.

“Para peserta diskusi menyarankan agar hasil diskusi disampaikan kepada pihak yang berkompeten,” tutur advokat yang juga wartawan senior itu.

(**)

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.