Kabar7News, Jakarta – Ketua Dewan Pers, Prof. Azyumardi Azra menilai Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) saat ini sangat berbahaya dan lebih berpotensi memberangus kebebasan pers.

“Pers tidak bisa lagi memegang peran sebagai kekuatan cek and balance, kekuatan yang bisa memberitakan yang perlu diperhatikan pemerintah, termasuk dalam menyampaikan kritik-kritik kepada pemerintah dari tingkat pusat sampai tingkat paling bawah,” ujar Azyumardi Azra dalam acara jumpa pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta (15/7/2022).

RUU KUHP yang sekarang ini, tambahnya, jauh lebih berbahaya dan lebih berpotensi untuk memberangus kebebasan pers, kebebasan berekspresi.

Ia juga sangat menyayangkan jika sejauh ini proses penyusunan RUU KUHP tidak melibatkan masyarakat sipil dan pers. Menurutnya, Dewan Pers tidak pernah lagi diajak duduk bersama membahas beleid tersebut.

“Pemerintah dan DPR agar kembali mengkaji RUU KUHP serta melibatkan atau mengundang seluruh pemangku kepentingan terkait. Misalnya jika soal pers, maka undang Dewan Pers bersama konstituennya guna membahas kembali pasal-pasal yang kontroversial,” kata Azyumardi Azra.

Dalam kesempatan itu Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana mengatakan ada sekitar sepuluh hingga 12 pasal yang menjadi sorotan, seperti pasal 241, 219, 247, 262, 263, 281, 305, dan 354. Pasal-pasal ini masih ada di dalam RUU KUHP yang saat ini sudah diserahkan kepada DPR oleh pemerintah.

“Padahal, pada tahun 2017 Dewan Pers sudah meminta pasal-pasal tersebut direvisi. Bukannya malah direvisi, pasal-pasal karet atau kontrovesi bagi dunia pers di RUU KUHP malah bertambah,” ungkap Yadi.

Sementara Ketua PWI Bidang Pendidikan PWI Pusat Nurjaman Mochtar meminta DPR untuk segera membuka RUUKUHP kepada publik. Dan meminta DPR untuk melakukan diskusi terbuka dengan para pemangku kepentingan, termasuk masyarakat pers, sebelum RUUKUHP disyahkan.

“Meminta DPR untuk pro-aktif dalam melakukan penggalangan pendapat dari semua pihak dalam sebuah proses legislasi,” tegas Nurjaman.

Ketua PWI Bidang Pendidikan ini juga mengingatkan DPR agar seluruh perundang-undangan dibuat untuk mengatur dan melindungi hak dan kewajiban warga negara tanpa kecuali.

“Mengingatkan DPR bahwa semakin banyak undang-undang yang diyudisial review ke Mahkamah Konstitusi maka semakin buruk proses legislasi di gedung DPR,” tandas Nurjaman.

(**)

Kabar7News, Jakarta – Dewan Pers berharap Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judical review atau uji materi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Permohonan judicial review UU PERS 40/1999 ini diajukan/dimohonkan oleh Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso selaku Para Pemohon melalui kuasanya pada Kantor Hukum Mustika Raja Law pada 12 Agustus 2021. Mereka mengatasnamakan anggota Dewan Pers Indonesia.

Adapun pasal-pasal dalam UU PERS 40/1999 yang diuji-materikan yakni pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (3).

Pasal 15 ayat (2) huruf f berbunyi “Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: Dalam huruf f menyebut Dewan Pers memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.”

Sementara Pasal 15 ayat (3) menyebut Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Permohonan Judicial Review UU PERS 40/1999 ini diajukan/dimohonkan oleh Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso selaku Para Pemohon
melalui kuasanya pada Kantor Hukum Mustika Raja Law pada 12 Agustus 2021.

Adapun permohonan Para Pemohon dalam Petitumnya meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan bahwa Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers 40/1999 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Tiga orang pemohon dalam petitumnya beralasan Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh mengatakan, pemerintah selaku salah satu Termohon melalui keterangan resminya pada persidangan 11 Oktober 2021 di MK, yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, dengan komitmen yang kuat dan tegas, mengakui keberadaan Dewan Pers yang lahir melalui mandat dan amanat UU Pers 40/1999 hingga saat ini.

Persidangan itu turut dihadiri Dewan Pers selaku Pihak Terkait, dan para perwakilan konstituen Dewan Pers.

“Pemerintah menyebut Para Pemohon dalam hal ini tidak dalam posisi dirugikan, dikurangi, atau setidak-tidaknya dihalang-halangi hak konstitusionalnya dengan keberlakuan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers,” kata M. Nuh.

Selain itu, masih kata M. Nuh, pemerintah juga menyebut Para Pemohon tidak memiliki kerugian atas hak konstitusional berdasarkan UUD NRI 1945. Dalil Para Pemohon dalam permohonan judicial review tidak jelas (obscuur libel).

Berkenaan implementasi Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers 40/1999, M. Nuh mengatakan, hal tersebut lebih kepada konsensus di antara organisasi-organisasi pers agar terciptanya suatu peraturan-peraturan bidang pers yang kohesif yang dapat memayungi seluruh insan pers.

“Sehingga tidak terdapat peraturan-peraturan organisasi pers yang bersifat terpisah, sporadis, dan bahkan justru bertentangan antara satu dengan yang lainnya, yang akan menyebabkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan kemerdekaan pers dan menghambat terciptanya peningkatan kehidupan pers nasional yang sehat,” terang M. Nuh.

Pemerintah juga menyebut dalam Pasal 15 ayat (1) UU Pers 40/1999 telah jelas memberikan nomenklatur “Dewan Pers” dan tidak ada nomenklatur-nomenklatur lainnya dalam Pasal 15 UU Pers. Sehingga apabila Para Pemohon mendalilkan “organisasinya” bernama “Dewan Pers Indonesia” maka itu bukanlah nomenklatur dan entitas yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) UU Pers.

“Berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers Indonesia tidak memerlukan penetapan dari Presiden dalam bentuk Keputusan Presiden, dan tidak ditanggapinya permohonan penetapan Anggota Dewan Pers Indonesia oleh Presiden bukanlah suatu perlakuan diskiriminatif yang melanggar Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI 1945 melainkan suatu tindakan yang telah sesuai hukum yang berlaku,” papar M. Nuh.

Dengan demikian organisasi dan/atau forum yang menamakan dirinya Dewan Pers Indonesia bukanlah Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU Pers 40/1999.

Pasal 15 ayat (5) UU Pers 40/1999 yang merujuk Pasal 15 ayat (3) UU Pers 40/1999 perihal pelaksanaan pemilihan Anggota Dewan Pers oleh insan pers, sesunggguhnya normanya telah mencerminkan suatu tindakan yang demokratis pada masing-masing organisasi sesuai lingkup kewenangannya.

“Dan Presiden bukanlah orang yang menentukan terpilih atau tidaknya seseorang menjadi Anggota Dewan Pers karena Anggota Dewan Pers telah dipilih oleh masing-masing organisasi yang menaungi setiap unsur dalam Pasal 15 ayat (3) UU PERS 40/1999,” lanjutnya.

Dalam keterangan resminya, pemerintah juga berpendapat Para Pemohon tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK sebagaimana telah diubah dengan UU 8/2011, maupun berdasarkan putusan-putusan MK terdahulu (vide Putusan Nomor: 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007).

“Dewan Pers menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh insan pers termasuk konstituen Dewan Pers dan seluruh elemen masyarakat lainnya yang telah bersama-sama mengawal kemerdekaan pers dengan memberikan perhatian terhadap perkara permohonan judicial review di Mahkamah Konstitusi ini,” kata M. Nuh.

M. Nuh menegaskan bahwa Dewan Pers tetap dan selalu berkomitmen melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana amanat UU Pers 40/1999 dalam rangka mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional. Tentunya bersama-sama konstituen Dewan Pers dan masyarakat sipil lainnya menjaga dan melawan adanya upaya mendelegitimasi Dewan Pers dan UU Pers 40/1999 dari pihak manapun.

M. Nuh juga menegaskan bahwa berbagai peraturan-peraturan pers dibuat dan disusun oleh para konstituen yang difasilitasi oleh Dewan Pers, secara keseluruhan memberikan pedoman dan standar yang diikuti oleh organisasi pers baik organisasi wartawan maupun
organisasai perusahaan pers.

Lebih lanjut ia mengimbau masyarakat insan pers dan elemen masyarakat lainnya agar tidak terpengaruh dan terprovokasi dengan adanya upaya dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mediskreditkan Dewan Pers melalui segala cara dan segala saluran informasi apapun.

“Karena itu diharapkan selalu menguji dan memverifikasi
informasi tersebut kepada Dewan Pers dan perwakilan Konstituen Dewan Pers,” imbuhnya.

M. Nuh pun mengajak semua insan pers tetap menjaga pers Indonesia sebagai salah satu pilar demokrasi, menjaga dan melawan terhadap upaya-upaya pelemahan kemerdekaan
pers yang profesional dan bertanggung jawab yang terus menerus disempurnakan.

(**)

Kabar7News, Papua – Diduga sebagai sarana propaganda Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), Media online Jubi.co.id dilaporkan ke Dewan Pers dan Polisi oleh Forum Lintas Kerukunan Nusantara (FLKN) Provinsi Papua.

FLKN menilai, pemberitaan Jubi Online meresahkan guru dan seluruh pendatang di pedalaman Papua. Pemberitaan soal mata-mata sehingga mereka menjadi korban penembakan KKB yang terjadi di Beoga, Kabupaten Puncak.

FLKN Provinsi Papua menilai, pemberitaan yang diterbitkan oleh Jubi.co.id dengan judul “Guru di Beoga, Puncak ditembak karena kerap dijumpai membawa pistol” dinilai telah menggiring opini berupa penyebaran informasi yang tidak benar atau memprovokasi.

Junaedi Rahim selaku Koordinator FLKN Provinsi Papua didampingi Ketua HKJM Sarminanto, Ketua K3 Yorrys Lumingkewas dan perwakilan Suku Buton, Padang, Pasundan serta Ikatan Keluarga Toraja dan Paguyuban lainnya di Kota Jayapura, Papua, Minggu (19/4/2021) mengatakan, media Jubi memberitakan hal yang tidak benar bahwa guru itu adalah mata-mata, ini tidak berdasar.

“Kami minta aparat untuk segera menyelidiki media tersebut, karena sudah membuat provokasi tentang hal yang tidak benar, dan akan menimbulkan banyak opini dipublik,” tegasnya kepada wartawan.

“Korban itu adalah guru dan ada juga tukang ojek dan anak sekolah yang tidak pernah berafiliasi terhadap politik atau apapun, mereka hanya masyarakat biasa, hanya guru. Dan itu kita sudah kami tanyakan kepada pihak keluarga”, tambahnya.

Sementara itu, pada Senin (12/4) yang lalu, Kapen Kogabwilhan III, Kol Czi IGN Suriastawa menyatakan pembunuhan KKB itu merupakan aksi teror terhadap dunia pendidikan yang menunjukkan kepada semua pihak bahwa KKB tidak menginginkan masyarakat Papua maju.

Menurut Suriastawa, aksi teror front bersenjata dalam menghancurkan dunia pendidikan di Papua ini justru didukung oleh media pro KKB yang diduga merupakan front klandestinnya.

“Setidaknya terdapat 2 media yang diduga kuat memiliki link khusus dengan KKB dan diduga kuat menjadi salah satu front klandestin KKB. Media tertentu ini beritanya tidak pernah imbang, selalu menyuarakan dan mendukung kepentingannya, sebaliknya selalu menyudutkan pemerintah pusat dan aparat keamanan. Berbagai profesi ada di front klandestin ini, termasuk jurnalis dan profesi lainnya,”imbuhnya tanpa menyebutkan nama medianya.

Sebelumnya, media Jubi.co.id melalui sumber berita yang tidak disebutkan identitasnya memberitakan bahwa TPNPB membenarkan aksi penembakannya terhadap guru karena menganggapnya sebagai mata-mata parat keamanan (9/4/2021).

Demikian juga dengan media Suarapapua.com yang memberitakan pesan tertulis Gusby Waker (anggota Sabinus Waker) bahwa guru yang ditembak adalah intelijen TNI-Polri. Tuduhan ini langsung dibantah oleh Kepala Humas Satgas Nemangkawi Kombes Pol. M. Iqbal Alqudussy yang mengatakan bahwa Alm Bapa Oltavianus dan Bapa Yonatan hanya menjalankan tugas sebagai guru dengan niat mulia mencerdaskan anak anak kabupaten Puncak, Papua (10/4/21).

(red)

Kabar7News, Jakarta – Vaksinasi Covid-19 untuk wartawan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta rampung Jumat petang, (9/4/2021). Penyelenggaraan telah berlangsung sejak 24 Maret lalu di Blok G Balaikota DKI.

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Dewan Pers menyampaikan terima kasih kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memfasilitasi pelaksanaan vaksinasi Covid-19 untuk insan pers.

“Terima kasih Pemprov DKI dan Dinas Kesehatan DKI,” kata anggota Dewan Pers Dr Agus Sudibyo, saat melihat pelaksanaan vaksinasi hari terakhir, Jumat (9/4/2021).

Jumlah peserta vaksinasi yang terlayani di Balai Kota 4.558 orang, termasuk pendaftar cadangan.

“Dari segi pelaksanaan bagus, dengan dengan berbagai dinamikanya, antriannya, dan jumlah yang ditolak tidak banyak, tetapi akhirnya semua dapat dilayani semuanya. Ini membahagiakan semua pihak, “ tutur Agus.

Sebagai bahan evaluasi, Agus meminta para awak media seharusnya secara konsisten datang kalau sudah mendaftar sebagai peserta vaksinasi.

Pemerintah provinsi mengalokasikan vaksin 5.200 sesuai peserta yang mendaftar. Tetapi yang hadir 4.558 orang. Itu pun termasuk peserta cadangan.

Selanjutnya Agus mempersilakan wartawan yang belum vaksin, mendaftar ke asosiasi atau organisasi pers, untuk mendapat vaksin pada vaksinasi gelombang ketiga.

“Insya Allah teman-teman jurnalis akan bisa melaksanakan tugas dengan lebih tenang, setelah vaksinasi,” kata Gubernur Anies Baswedan ketika meninjau pada hari pertama. Pelaksanaan vaksinasi ini merupakan gelombang kedua untuk wartawan.

Gelombang pertama untuk wartawan se-Jabodetabek telah berlangsung di Gedung Basket Gelora Bung Karno (GBK) Senayan dalam rangka Hari Pers Nasional (HPN) 2021. Presiden Joko Widodo meninjau langsung didampingi Menkes Budi Gunadi Sadikin, Menkominfo Johnny G Plate dan Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh.

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Dewan Pers berikut 10 asosiasi wartawan mengalokasikan vaksin untuk 5.512 wartawan pada gelombang pertama itu.

“Kita berharap seluruh insan pers di tanah air mendapat vaksinasi,” kata Presiden.

Pada pelaksanaan vaksinasi gelombang Kedua di Balaikota DKI Jakarta tercatat 4.558 yang mendapatkan suntikan. Vaksinasi ini merupakan dosis pertama.

“Vaksinasi dosis pertama selesai hari Jumat ini,” tegas Agus Sudibyo ketika ditemui di lokasi pelaksanaan vaksinasi.

“Saya dijadwalkan mendapatkan vaksinasi suntikan kedua pada tanggal 7 Mei nanti,” kata Supratman MY, salah seorang wartawan politik dari koran terkemuka di ruang observasi.
Peserta yg selesai divaksin biasanya diobservasi sekitar 30 menit. Setelah itu mendapat Kartu Vaksinasi.

Vaksinasi di Balaikota dimulai pukul 08.00 hingga pukul 16.00.

Ketua PWI Peduli M Nasir beserta pengurus antara lain Elly Pujianti, Karim Paputungan, Yudi dan Widya selama dua hari penuh mengawal pelaksanaan vaksin untuk anggota PWI dari berbagai media.

“Alhamdulillah. Semua berjalan lancar dan tertib. Antrian teratur. Pelayanan ramah. Ruang vaksinasi nyaman,” kata Nasir sambil berterima kasih kepada Pemprov, Dinkes dan semua pihak yang turut melayani kegiatan vaksinasi.

Anggota PWI yang menjalani vaksinasi pada gelombang kedua ini tercatat 608 orang.

Sebelumnya, para wartawan senior yg berumur lebih dari 60 tahun telah lebih dulu mendapatkan vaksinasi dosis pertama dan dosis kedua di komplek PPSDM Kemenkes, Jalan Hang Jebat, Jakarta Selatan pada akhir Februari dan medio Maret lalu.

Di antaranya yang paling senior tercatat Pia Alisyahbana (88) dari Femina dan Goenawan Susatyo Mohamad (80) dari Tempo.

Ketua Umum PWI Atal S Depari
(67) beserta beberapa pengurus PWI termasuk yang mendapat pelayanan serupa.

(red)

Kabar7News, Jakarta – Sedikitnya 3.517 wartawan dari seluruh Indonesia lolos seleksi Fellowship Jurnalisme Perubahan Perilaku yang diselenggarakan Dewan Pers dan Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Selanjutnya, para peserta akan mendapatkan pembekalan melalui lima kelas virtual pada hari ini.

Agus Sudibyo, anggota Dewan Pers yang juga Ketua Tim Kerja FJPP mengatakan, animo jurnalis untuk mengikuti program ini sangat tinggi, terlihat dari pendaftar yang mencapai 4.963 orang sejak registrasi dibuka pada 3 Oktober 2020.

“Sampai pendaftaran gelombang pertama ditutup pada 11 Oktober peminat masih bertambah. Kami memutuskan untuk membuka pendaftaran gelombang kedua, dibuka mulai hari ini dan ditutup pada Minggu 18 Oktober 2020,“ tutur Agus, di Jakarta, Rabu (14/10/2020).

Tim Kerja FJPP yang terdiri dari perwakilan asosiasi perusahaan media dan asosiasi jurnalis konstituen Dewan Pers secara marathon melakukan verifikasi dan seleksi untuk kemudian ditentukan 3.517 peserta yang lolos.

“Seleksi meliputi administrasi sesuai persyaratan kuota provinsi, media, jenis platform, ” tutur Agus.

Fellowship Jurnalisme Perubahan Perilaku merupakan program dengan tiga kegiatan utama. Pertama, menggalakkan pemberitaan pers berperspektif perubahan perilaku guna pencegahan penularanCovid-19. Kedua, memperkaya konten berita media yang menekankan pentingnya kedisiplinan masyarakat melaksanakan protokol kesehatan.

Ketiga, melibatkan wartawan sebagai agen perubahan perilaku melalui peningkatan peran pers sebagai institusi dengan fungsi edukasi publik dalam menghadapi bencana nasional.

Fellowship Jurnalisme Perubahan Perilaku terbuka bagi jurnalis di seluruh Indonesia yang berminat untuk berkontribusi dalam mengakhiri pandemi Covid-19. Program ini terutama untuk jurnalis yang sedang mengalami kesulitan karena medianya terdampak secara ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas Penanganan Covid-19 Hery Trianto menambahkan, masih terbuka bagi jurnalis di 24 provinsi, termasuk DKI Jakarta, untuk mengikuti program karena memiliki jumlah pendaftar di bawah kuota yang ditentukan tim kerja.

Dia mengatakan para jurnalis bisa mendaftar secara daring melalui portal www.ubahlaku yang kembali dibuka sejak pagi ini.

“Mekanismenya simpel, bila persyaratan lengkap, hanya perlu waktu sekitar 5 menit untuk register.”

Saat ini, masih terbuka kuota peserta program sejumlah 2.283 orang untuk semua plafform media baik cetak, online, televisi, dan radio. Total kuaota yang kami siapkan 5.800 orang.

“Dari pengalaman gelombang pertama, jurnalis radio paling sedikit yang mendaftar, jadi kesempatan mereka masih terbuka lebar. Namun, untuk platform lain juga masih terbuka kesempatan,” tambah Agus.

(Red)

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.