Kabar7News, Sanggau – Satgas Pamtas Yonif Mekanis 643/Wanara Sakti berhasil gagalkan upaya penyelundupan barang ilegal berupa 65.800 batang rokok tanpa cukai. Barang tersebut berasal dari Malaysia yang akan diselundupkan ke Indonesia melalui jalur tikus di perbatasan Entikong, Sanggau, pada haris Kamis (08/08) kemarin.

Rokok tanpa cukai tersebut diamankan oleh personel Pos Panga Satgas Pamtas Yonmek 643/WNS pada saat melaksanakan patroli malam di tepian sungai Sekayam wilayah Dusun Peripin, Desa Semanget, Kec. Entikong, Kab. Sanggau. Jumat, (09/08/2019).

Hal ini disampaikan Dansatgas Pamtas Yonmek 643/WNS, Mayor Inf Dwi Agung Prihanto di Pos Kotis Gabma Entikong, Sanggau. Dikatakanya, kejadian bermula saat personel Satgas Pos Panga berpatroli dengan route menyusuri tepian sungai Sekayam yang terletak di Dusun Peripin, sekitar 30 menit perjalanan, di kejauhan sekitar 50 meter melihat dua orang sedang duduk beristirahat. Saat melihat ada personel Satgas yang berpatroli mendekat kearah mereka, kedua orang tersebut lari meninggalkan lokasi. Merasa curiga Danpos Panga berusaha mengejar, namun kondisi yang sudah larut malam kedua orang tersebut lolos ke arah jalan JIPP yang putus dan tidak bisa dilewati kendaraan.

Lanjut Dansatgas, Personel Satgas kemudian mengecek tempat dimana kedua orang tersebut duduk untuk beristirahat, ditemukan beberapa bungkusan kardus besar dan karung, saat dibuka isi dari kardus tersebut terdapat puluhan slop rokok tanpa cukai. Diduga barang tersebut akan diperjualbelikan kembali di daerah sekitar Kecamatan Entikong.

Personel Satgas selanjutnya mengamankan barang bukti tersebut dibawa dan diamankan di Pos untuk dilaporkan ke komando atas. “Saat ini rokok tanpa pita cukai tersebut telah diserahkan kepada Bea Cukai Entikong untuk kemudian dimusnahkan,” pungkas Dansatgas.

Untuk diketahui, Satgas Pamtas Yonmek 643/WNS juga berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 12.240 batang rokok tanpa cukai beberapa bulan yang lalu di jalur tikus perbatasan RI-Malaysia.
(Red)


Kabar7News, Bogor – Tim jaksa Kejari Bogor dan tim jaksa Kejati Jawa Barat mengeksekusi 3 (tiga) terpidana atas nama : Habib Bahar Bin Ali Smith, Agil Yahya, dan Basit Iskandar yang terjerat kasus kekerasan terhadap anak bernama : Cahya Abdul Jabar dan Muhammad Khoerul Aumam Al Mudzaqi alias Zak, yang mengakibatkan luka berat yang sudah disidangkan kasusnya di Pengadilan Negeri Bandung pada 09 juli 2019 yang lalu.

Proses eksekusi oleh tim jaksa tersebut didasari putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor : 219 / Pid.B / 2019 / PN.Bdg yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (incraht) semenjak 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diucapkan tanpa adanya pengajuan upaya hukum oleh terpidana dan JPU,”kata Kapuspenkum dalam siaran pers yang diterima di Jakarta.Kamis (8/8/2019).

Ia mengatakan, terpidana Habib Assayid Bahar bin Smith alias Habib Bahar bin Ali bin Smith telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “turut serta merampas kemerdekaan seseorang yang mengakibatkan luka berat, dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan luka berat” dengan vonis penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda Rp50.000.000,-subsidiair 1 (satu) bulan kurungan. Sedangkan terpidana Agil Yahya di vonis 2 (dua) tahun penjara dan terpidana Basit Iskandar di vonis 1,5 tahun penjara.

Perbuatan para terpidana tersebut sesuai pasal 333 ayat (2) KUHP jo.pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP dan pasal 170 ayat(2) ke-2 KUHP dan pasal 80 ayat(2) jo.pasal 76 huruf c UU.RI.NO. 35 tahun 2014 tentang perubahan UU.RI.NO.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dengan Vonis 3 Tahun Penjara Subsidiair Denda Rp. 50 jt atau 1 Bulan Kurungan, Agil Yahya dengan Vonis 2 Tahun penjara, dan Basit Iskandar dengan Vonis 1,5 Tahun Penjara atas perbuatan menganiaya dua remaja, Cahya Abdul Jabar dan Muhammad Khoerul Aumam Al Mudzaqi alias Zak,”jelasnya.

Untuk itu, Ke-3 terpidana hari ini Kamis (08/8/2019) dibawa menuju ke Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Klas II.A, Pondok Rajeg Cibinong, Kabupaten Bogor, untuk menjalani masa hukumannya yang sebelumnya dititipkan sebagai tahanan di Rutan Polrestabes Bandung dan Rutan Polda Jabar.


(Dev)



Kabar7News, Bengkulu – Jaksa Penyidik Kejaksaan Negeri Bengkulu mengembangkan hasil penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan aset milik Pemerintah Kota Bengkulu yang berlokasi di perumahan Korpri Bentiring, Kota Bengkulu dengan menaikkan statusnya ke penyidikan dengan terbitnya surat perinta penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu Nomor : PRINT – 126 / N.7.10 / Fd.1 / 08 / 2019 tanggal 07 Agustus 2019.

Dalam siaran pers yang diterima redaksi, Kamis (8/8/2019) jaksa penyidik bergerak melakukan penggeledahan ke sejumlah tempat yang diduga berkaitan dengan penyidikan kasus tersebut. Dengan berbekal surat penetapan Hakim / Wakil Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor : 6 / Pen.Pid.Sus – TPK / 8 / 2019 / PN.Bgl dilakukan penggeledahan di 3 (tiga) Kantor Pemerintahan.

Diantaranya Kantor Walikota Bengkulu Cq. Bagian Pemerintahan di Komplek Perkantoran Bentiring, Kelurahan Bentiring Permai, Kecamatan Muara Bangka Hulu, dan Kantor Kelurahan Bentiring yang berlokasi di jalan Semara, Kelurahan Bentiring, Kecamatan Muara Bangka Hulu serta Kantor Camat Muara Bangka Hulu di Kelurahan Pematang Gubernur, Kecamatan Muara Bangka Hulu, Kota Bengkulu,”kata Kapuspenkum Kejagung R.I Mukri di Jakarta.

Ia mengatakan, dari hasil penggeledahan tersebut, jaksa penyidik membawa beberapa dokumen – dokumen yang terkait dengan aset milik Pemerintah Kota Bengkulu yang berlokasi di perumahan Korpri Bentiring, Kota Bengkulu seluas 62 hektar yang diduga terjadi penyalahgunaan untuk kepentingan penyidikan perkaranya.”pungkasnya.


(Dev)


Kabar7News, Lampung Timur – Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), diwakili oleh Dewan Penasehat PPWI Nasional, Brigjen Pol Dr. Victor Pudjiadi, SpB, FICS, DFM meresmikan sekaligus melantik kepengurusan DPC PPWI Lampung Timur, bertempat di Gedung Pemkab Lampung Timur, Rabu, 7 Agustus 2019. Hadir pada acara peresmian dan pelantikan itu, anggota DPD RI asal Lampung, Ir. Anang Prihantoro beserta sejumlah pejabat Pemkab Lampung Timur.

Dengan selesainya pelantikan pengurus DPC PPWI Lampung Timur periode 2018-2023 ini maka resmilah keberadaan kepengurusan PPWI di Lampung Timur. “Alhamdulillah sudah resmi dan dilantik oleh DPN PPWI, kami siap mengibarkan Pataka PPWI di seluruh wilayah Lampung Timur,” ujar Muhammad Aini, Ketua DPC PPWI Lampung Timur, kepada media ini seusai acara.

Sementara itu, Ir. Anang Prihantoro, sebagai penasehat PPWI Lampung, saat memberikan sambutan dan arahannya, mengharapkan agar PPWI Lampung Timur dapat menjadi mitra kerja produktif bagi instansi pemerintah maupun swasta dan masyarakat, dalam membangun bangsa Indonesia. “PPWI Lampung Timur semestinya menjadi mitra kerja strategis bagi Pemda, swasta dan masyarakat umum,” harap anggota DPD RI yang selalu tampil sederhana itu.

Pada acara yang dihadiri juga oleh perwakilan dari Polres, Kodim, dan dinas-dinas pemerintah setempat itu, juga diisi dengan penyuluhan anti penyalahgunaan narkoba bagi anggota PPWI dan masyarakat umum.

Penyampaian pesan-pesan anti penyalahgunaan narkoba oleh Dr. Victor itu diikuti dengan serius dan antusias oleh para undangan yang berjumlah sekitar 200-an orang itu.

Kehadiran DPC PPWI Kabupaten Lampung Timur yang dinakhodai oleh Muhamad Aini mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, dalam bentuk papan bunga ucapan Selamat dan Sukses untuk DPC PPWI Lampung Timur. Terlihat di antara jejeran papan bunga ucapan selamat, ada yang berasal dari Pemkab Lampung Timur.

“Kami mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada seluruh elemen yang telah mendukung berdirinya DPC PPWI Lampung Timur ini,” sebut Muhamad Aini melalui pesan singkat dari nomor WhatsApp-nya.
(Red)


Kabar7News, Jakarta – Wempi Hendrik Obeth Ursia, seorang mahasiswa tingkat akhir dari Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta melakukan wawancara dengan Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, di Sekretariat PPWI Nasional, Jl. Anggrek Cenderawasih X Nomor 29, Kemanggisan, Palmerah, Slipi, Jakarta Barat, Kamis, 18 Juli 2019. Wawancara tersebut dilakukan mahasiswa asal Ambon itu dalam rangka penyusunan skipsi yang dipersyaratkan bagi penyelesaian studi yang bersangkutan.

“Terima kasih atas waktu dan kesediaan Pak Wilson untuk membantu saya memberikan informasi terkait penelitian saya sebagai tugas akhir atau skripsi saya,” ujar Wempi saat menyampaikan maksud kedatangannya.

Adapun tema penelitian mahasiswa strata-1 itu adalah terkait kedudukan Dewan Pers dalam melakukan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999. Sebagai salah satu pimpinan organisasi yang mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Dewan Pers (DP) terkait kebijakan mewajibkan seluruh pekerja pers, khususnya wartawan untuk mengikuti Uji Kompetensi Wartawan, Wempi menilai Ketua Umum PPWI itu perlu dijadikan salah satu responden dalam penyusunan skipsi-nya.

“Saya sedang meneliti tentang keabsahan lembaga Dewan Pers mengadakan Uji Kompetensi Wartawan berdasarkan UU Pers. PPWI sebagai salah satu organisasi pers yang menggugat Dewan Pers terkait UKW tersebut, saya menilai sangat relevan untuk menjadi narasumber utama penyusunan skripsi saya ini,” jelas Wempi sambil menyodorkan Surat Permohonan Penelitian dari Fakultas Hukum UBK kepada Wilson.

Sang peneliti Wempi kemudian menyampaikan pertanyaan utamanya kepada narasumber Wilson untuk mendapatkan jawaban. “Mengapa Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dan Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) tidak sependapat dengan Dewan Pers dalam melakukan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) sehingga mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat?” tanya Wempi setelah sebelumnya mengaktifkan perangkat rekam suara miliknya.

Menjawab pertanyaan itu, Wilson menyampaikan secara singkat bahwa ada 4 hal yang menjadi landasan berpikir untuk menganalisa suatu kebijakan, terutama dalam konteks UKW Dewan Pers. “Ada 4 hal yang kita gunakan sebagai landasan pijak dalam mengajukan gugatan PMH Dewan Pers ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait kebijakan UKW, yaitu, pertama dasar hukum pelaksanaan UKW oleh Dewan Pers,” kata Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.

Menurut Wilson, tidak ada satupun pasal dari 21 pasal UU No 40 tahun 1999 tentang Pers yang secara jelas mengatakan bahwa Dewan Pers dapat menyelenggarakan dan mewajibkan wartawan mengikuti UKW. “Urusan uji kompetensi dan sertifikasi profesi berada di bawah kewenangan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), bukan Dewan Pers,” tegas Wilson dalam wawancara tersebut.

Kedua, menurut Wilson lagi, adalah kejanggalan dalam proses pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan. Dengan system pelaksanaan UKW saat ini, kebijakan tersebut mendegradasi dan mendeligitimasi hasil pendidikan formal yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan, khususnya fakultas yang menghasilkan lulusan sarjana ilmu komunikasi dan jurnalistik.

“Fakta lapangan membuktikan adanya lulusan SMP yang dengan berbagai cara mendapatkan sertifikat kompetensi tingkat utama, bahkan menjadi team penguji UKW. Namun hasil-hasil karyanya berbentuk berita bohong dan main catut lembaga Kementerian Dalam Negeri. Lulusan SMP di-UKW bersama lulusan sarjana oleh Dewan Pers, hasilnya tentu tidak kredibel yàa,” ungkap lulusan tiga universitas terbaik di Eropa, Birmingham University Inggris, Utrecht University Belanda, dan Linkoping University Swedia ini.

Alasan ketiga, kata Wilson, adalah terkait implikasi atau dampak dari UKW tersebut. “UKW melahirkan diskriminasi dan kriminalisasi di lapangan. Apalagi dengan adanya surat edaran Dewan Pers hingga ke daerah, bahwa pejabat dan siapapun boleh menolak wawancara terhadap wartawan yang belum UKW. Jadi narasumber bisa memilih-milih sesuai kehendak hatinya, bisa menolak wartawan yang tidak bisa menunjukkan sertifikat UKW. Polisi boleh mengerangkeng setiap wartawan yang diadukan atas tuduhan mencemarkan nama baik akibat tulisannya, hanya karena siwartawan belum UKW,” jelas Wilson panjang-lebar.

Dan keempat, yakni pihak yang berwenang mengelola dan menyelenggarakan UKW. Berdasarkan peraturan perundangan, yang berwenang mengatur segala persoalan di lingkup kompetensi dan sertifikasi profesi adalah BNSP, bukan Dewan Pers. “Pasal 15 huruf (f) yang selalu digunakan sebagai dalil pembenaran oleh Dewan Pers itu keliru total. Peningkatan kemampuan wartawan itu tidak identik dengan ujian-ujian seperti yang dipaksakannya kepada semua wartawan, peningkatan kemampuan adalah urusan organisasi dan/atau lembaga-lembaga pelatihan, sedangkan urusan ujian kompetensi adalah kewenangan BNSP atau lembaga yang ditunjuk sesuai UU,” pungkas alumni program persahabatan Indonesia Jepang Abad 21 ini.


(Red)

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.