Kabar7News, Jakarta – Berakhir sudah pelarian Ir Lilik Karnaen MT bin Budi Darma, buronan terpidana kasus korupsi penyalahgunaan dana rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa bumi tahun 2016 di Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)).

Setelah tujuh tahun lamanya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Yogyakarta, lelaki paruh baya itu tak berkutik disergap Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan gabungan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, Kejati Yogyakarta dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung, saat bersembunyi di salah satu hotel di kawasan Kota Bandung, Jawa Barat.

“Tim Tabur Kejaksaan RI berhasil mengamankan buronan terpidana Ir Lilik Karnaen bin Budi Darma saat berada di salah satu hotel di kawasan Kota Bandung, Jawa Barat, pada Selasa (19/10/2021) sekitar pukul 05.35 Wib,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Leonard Eben Ezer Simanjuntak, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (19/10/2021).

Leonard menjelaskan, Ir Lilik Karnaen MT Bin Budi Darma selaku Tim Koordinator Ahli Madya Teknik Sipil Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Gempa Bumi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bersama-sama dengan Juni Junaidi Sag MPd (perkaranya diajukan secara terpisah dan telah dieksekusi menjalani pidana penjara selama 4 tahun pada tahun 2013), pada bulan Juni 2007 s/d bulan Agustus 2007 bertempat di Balai Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, terlibat korupsi yang dilakukan dengan cara memotong dana bantuan program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa bumi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang bersumber dari APBN.

“Akibat perbuatan Lilik Karnaen menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 911,2 juta,” kata Kapuspenkum Kejagung yang kerap dipanggil Leo itu.

Lebih lanjut dikatakan Leo, berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 188 K/PID.SUS/2013 tanggal 10 Juli 2014, Lilik Karnaen terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.

Lilik Karnaen dijatuhi pidana selama 4 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

“Selanjutnya terpidana Lilik Karnaen pada hari ini juga, Selasa (19/10/2021), diterbangkan ke Yogyakarta untuk dilaksanakan eksekusi oleh Jaksa Eksekutor dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantul,” ucap Leo.

(**)

Kabar7News, Jakarta – Tim Tabur (Tangkap Buronan) Kejaksaan RI menangkap HH, seorang buronan tersangka proyek pembangunan Taman Kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Maluku Tenggara, dengan pagu anggaran senilai Rp 4,5 miliar.

“Tim Tabur Kejaksaan mengamankan buronan tersangka HH saat berada di Jalan H Suaib I Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada Jumat (3/9/2021), sekitar pukul 12.58 Wib,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Leonard Eben Ezer Simanjuntak, di Jakarta, Minggu (5/9/2021).

Leo menjelaskan, HH (58) selaku Direktur PT Inti Artha Nusantara sekaligus kontraktor ditetapkan sebagai tersangka kasus korpsi proyek pembangunan Taman Kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Maluku Tenggara Barat, bersama tiga orang lainnya yang saat ini telah dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II Ambon, yaitu AS, Kepala Dinas PUPR KKT, WF selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan FYP selaku pengawas.

Pembangunan Taman Kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) Maluku Tenggara Baratmenggunakan sumber anggaran dari APBD Kepulauan Tanimbar Tahun Anggaran 2017, dan berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Maluku, akibat perbuatan para Tersangka, negara mengalami kerugian keuangan hingga Rp 1,8 miliar.

Menurut Leo, tersangka HH tidak pernah datang memenuhi panggilan jaksa penyidik pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku untuk didengar keterangannya sebagai tersangka padahal sudah dipanggil secara patut selama tiga kali berturut-turut sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

“Sehingga kemudian tersangka HH dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan akhirnya berhasil diamankan ketika pencarian diintensifkan bekerjasama dengan Tim Tabur Kejaksaan Agung,” kata Leo.

Sehari sebelumnya, Kamis (2/9/2021), sekitar pukul 19.00 Wib, Tim Tabur Kejaksaan juga mengamankan buronan Drs Rosit Joko Santoso bin Siswosuharjo saat berada di Perum Violet Garden Blok F No 14, Kranji, Bekasi Barat.

Leo menyebutkan, Rosit Joko Santoso bin Siswosuharjo merupakan buronan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu kasus penggelapan dalam jabatan.

“Berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 387 K/Pid/2018, Drs Rosit Joko Santoso terbukti bersalah melakukan terlibat tindak iidana penggelapan dalam jabatan dan dijatuhi hukuman selama 1 tahun dan 6 bulan penjara,” kata Leo.

Leo mengimbau para buronan segera menyerahkan diri guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. “Sebab dimanapun berada dan bersembunyi akan kami kejar dan tangkap,” tandasnya.

(**)

Kabar7News, Jakarta – Setelah hampir tiga tahun lamanya berstatus sebagai buronan, Hasan (58), tersangka kasus dugaan korupsi kredit usaha rakyat (KUR) di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Timur cabang pembantu (Capem) Wolter Monginsidi, Jakarta, akhirnya tak berkutik dibekuk tim gabungan bidang tindak pidana khusus (Pidsus) dan intelijen (Intel) pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.

“Ditangkap pada Selasa pagi (31/08/2021) sekitar pukul 08.00 Wib di sebuah minimarket di perbatasan wilayah Jakarta Utara-Jakarta Barat saat mengambil uang di ATM,” kata Asisten Intelijen (Asintel) Kejati DKI Jakarta, Bahrudin SH MH, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (31/8/2021).

Kasus yang menjerat tersangka Hasan ini berawal dari berawal dari informasi yang diperoleh Ng Sai Ngo dan Heriyanto Nurdin (masih buron) terkait adanya penyaluran fasilitas KUR di BPD Jatim Kantor Capem Woltermonginsidi cabang Jakarta. Informasi tersebut juga didapat dari Aryono Prasodo dan Riyad Prabowo Edy yang saat ini sudah menyandang terpidana dalam kasus ini.

Tersangka Hasan lantas mencari data orang-orang untuk diajukan sebagai calon Debitur pemohon KUR di BPD Jatim Capem Woltermonginsidi Jakarta, berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu. Karena tidak terekam di dalam Sistem Administrasi Kependudukan (SiAK), dimana alamat dan tempat tinggal debitur yang merupakan kontrakan didata seolah-olah sebagai lokasi usaha debitur.

Selanjutnya data-data itu digunakan Heriyanto Nurdin bersama-sama dengan Hasan, untuk mengajukan permohonan fasilitas KUR di BPD Jatim Capem Woltermonginsidi Cabang Jakarta sebanyak 82 calon debitur fiktif masing-masing sebesar Rp 500 juta.

Pengajuan itu dengan cara mengajukan permohonan 82 calon Debitur KUR fiktif dimaksud kepada Aryono Prasodo selaku pimpinan cabang pembantu (Pincapem) BPD Jatim di Woltermonginsidi, Jakarta, untuk mendapatkan fasilitas KUR di kantor BPD Jatim Capem Woltermonginsidi cabang Jakarta.

Kemudian, mendapat pendampingan dan menunjukkan lokasi kepada Aryono Prasodo dan Riyad Prabowo dalam melakukan kegiatan on the spot tempat usaha calon Debitur KUR fiktif.

“Hasan memberikan data-data palsu atau rekayasa kepada terpidana Riyad Prabowo Edy guna pembuatan laporan Analisa Kredit,” kata Bahrudin.

Guna mempermudah transaksi keuangan dan penampungan uang yang diperoleh dari 82 Debitur KUR dimaksud, digunakan rekening atas nama Ladman Laidin dan atas nama Merliany alias Amei yang dikuasai oleh Ng Sai Ngo.

Lantas pengajuan KUR pada BPD Jatim Capem Woltermonginsidi atas nama 82 debitur fiktif dimaksud, telah dinyatakan macet oleh pihak BPD Jatim Capem Wolter Monginsidi pada 2012-2013. Sehingga pihak BPD Jatim Pemprov Jawa Timur telah mengalami kerugian keuangan negara sebesar Rp 41 miliar.

Dalam kasusnya, Hasan disangka melanggar Pasal 2, Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

(**)

Kabar7News, Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) memastikan kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) senilai Rp 22,78 triliun.

“BPK telah menyerahkan hasil pemeriksaan investigasi dalam rangka perhitungan kerugian negara atau PKN atas dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri tahun 2012-2019 sebesar Rp 22,78 triliun,” ujar Ketua BPK RI, Agung Firman Sampurna, kepada wartawan di Menara Kartika Adhyaksa Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (31/5/2021).

Sementara itu Jaksa Agung Burhanuddin menyebutkan kepastian penghitungan kerugian negara dalam kasus Asabri menyusul tuntasnya penyidikan kasus Asabri yang ditangani tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Berkasnya sudah dilimpahkan Tahap II dari penyidik pada Jampidsus Kejagung kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Jampidsus Kejagung dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur,” ujar Jaksa Agung Burhanuddin.

Tujuh tersangka tersebut, masing-masing atas nama yakni Mayjen Purn. Adam Rachmat Damiri selaku Dirut PT Asabri periode tahun 2011 s/d Maret 2016, Letjen Purn. Sonny Widjaja selaku Direktur Utama PT. Asabri (Persero) periode Maret 2016 s/d Juli 2020, Bachtiar Effendi selaku Mantan Direktur Keuangan PT. Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014, Hari Setiono selaku Direktur PT. Asabri (Persero) periode 2013 s/d 2014 dan 2015 s/d 2019.

Selanjutnya, Ilham W. Siregar selaku Kadiv Investasi PT. Asabri Juli 2012 s/d Januari 2017, Lukman Purnomosidi selaku Direktur Utama PT. Prima Jaringan dan Jimmy Sutopo selaku Direktur Jakarta Emiten Investor Relation.

Perkara Asabri bermula pada kurun waktu tahun 2012 sampai dengan tahun 2019, PT. Asabri (Persero) telah melakukan kerja sama dengan beberapa pihak untuk mengatur dan mengendalikan dana investasi di perusahaan jasa keuangan tersebut berupa pembelian saham melalui pihak-pihak yang terafiliasi dan investasi penyertaan dana melalui beberapa perusahaan Manajemen Investasi (MI) dengan cara menyimpangi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perbuatan tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal sangkaan yang diterapkan terhadap para tersangka, yakni primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Ketujuh tersangka tetap ditahan dalam Rumah Tahanan Negara selama 20 hari terhitung sejak hari ini 28 Mei 2021 sampai dengan 16 Juni 2021.

Empat orang tersangka, yakni Bachtiar Efendi, Iham W Siregar, Heri Setiono dan Lukman Purnomosidi dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Sementara, tersangka Adam Rachmat Damiri dan Sonny Widjaja dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Sedangkan tersangka Jimmy Sutopo ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

(**)

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.