Kabar7News, Bandung – Wakil Jaksa Agung RI Setia Untung Arimuladi mengatakan bahwa upaya dalam memberikan perlindungan terhadap korban dan penegakan hukum khususnya tindak pidana perdagangan orang atau human trafficking menjadi perhatian Kejaksaan sejak lama.
“Kami memiliki komitmen untuk memberikan perlindungan yang maksimal kepada para korban TPPO,” ujarnya saat mewakili Jaksa Agung Republik Indonesia menghadiri dan menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi Nasional Satuan Tugas Sikat Sindikat Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tentang Peran Kejaksaan Dalam Pelaksanaan Penegakan Hukum Pendekatan Multi-Aspek Dalam Penempatan Ilegal Pekerja Migran Indonesia bertempat di Hotel Interkonental Bandung Jawa Barat, Kamis (7/10/2021).
Berkaitan dengan hal itu, kata dia, sejak tahun 2012 Kejaksaan telah mengeluarkan petunjuk teknis pengajuan restitusi berdasarkan Surat JAMPIDUM Nomor: 3718/E/EJP/11/2012 tanggal 28 November 2012.
Dia menjelaskan, petunjuk teknis bagi Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (Trafficking in Person) dimana korban belum mengajukan restitusi pada tahap penyidikan:
a. Agar Jaksa Penuntut Umum memberitahukan kepada korban tentang haknya untuk mengajukan restitusi berupa ganti kerugian atas:
1. Kehilangan kekayaan atau penghasilan;
2. Penderitaan;
3. Biaya perawatan medis;
4. Kerugian lain yang diderita korban akibat perdagangan orang.
b. Dalam tuntutan pidana, Jaksa Penuntut Umum menyampaikan secara bersamaan jumlah kerugian yang diderita korban akibat perdagangan orang
Prapenuntutan
• Jaksa peneliti, terkait dengan berkas TPPO yang belum mencantumkan restitusi telah memberikan petunjuk agar restitusi dijadikan substansi pemeriksaan terhadap saksi korban maupun tersangka.
• Meminta penyidik melakukan “mediasi” (bukan dalam rangka penghentian perkara), tetapi dalam rangka mencoba mencari kesepakatan besarnya restitusi yang dimintakan oleh korban dengan kemampuan tersangka membayar restitusi
Penuntutan
• Apabila ditingkat penyidikan tidak tercapai kesepakatan, maka secara progresif Jaksa Penuntut Umum pada saat dilakukan Penyerahan Tahap II, kembali mencoba melakukan mediasi tentang restitusi yang dimintakan oleh korban dengan kemampuan tersangka/terdakwa membayar restitusi. Dalam requisitor mencantumkan besarnya restitusi yang dimintakan oleh korban.
“Dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan putusan pengadilan,” kata dia.
Untung menyebutkan, dengan begitu Kejaksaan adalah sebagai pengendali proses perkara (dominus litis), karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus/perkara dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.
Bentuk komitmen Kejaksaan lainnya yang berkaitan dengan perlindungan pekerja migran Indonesia adalah dengan menempatkan perwakilan Kejaksaan di luar negeri yang terdapat di beberapa negara seperti Singapura, Bangkok, Hongkong dan Riyadh Arab Saudi yang memiliki peran secara aktif memberikan pendampingan, sosialisasi dan advokasi terhadap berbagai permasalahan hukum para pekerja migran Indonesia, termasuk memperjuangkan dari jeratan hukuman mati.
“Pelaksanaan Rakornas Satgas Sikat Sindikat BP2MI mampu meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan sinergitas dalam pelaksanaan penegakan hukum pendekatan multi-aspek dalam penempatan ilegal Pekerja Migran Indonesia, serta Rakornas Satgas Sikat Sindikat BP2MI dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan sehingga berhasil guna serta mampu memberikan manfaat nyata bagi kita sekalian,” harapnya.
(wem)