Kabar7News, Jakarta – Kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013-201 masuk tahap penuntutan, dengan adanya penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti dari jaksa penyedik kepada jaksa penuntut.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Ketut Sumedana, di Jakarta, Kamis (28/4/2022), mengatakan bahwa pada Selasa 26 April 2022 bertempat di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah melaksanakan Serah Terima Tanggung Jawab Tersangka dan Barang Bukti (Tahap II) kepada Tim Jaksa Penuntut Umum pada Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung dan Tim Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, atas 8 (delapan) berkas perkara Tersangka dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013-2019.

Adapun 8 (delapan) berkas perkara Tersangka, masing-masing atas nama:
Tersangka JD, Tersangka S, Tersangka AS, Tersangka FS, Tersangka JAS, Tersangka PS, Tersangka DSD, Tersangka IWS.

Perbuatan Tersangka sebagaimana diatur dan diancam pidana:
Primair : Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Subsidiair : Pasal 3 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selanjutnya, terhadap Tersangka JD dan Tersangka S, dikenakan pidana tambahan dan diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam pelaksanaan Penyerahan Tanggung Jawab Tersangka dan Barang Bukti (Tahap II), terhadap 8 (delapan) orang Tersangka dilakukan penahanan.

“Setelah serah terima Tanggung Jawab dan Barang Bukti di atas, Tim Jaksa Penuntut Umum akan segera mempersiapkan surat dakwaan untuk kelengkapan pelimpahan ketiga berkas perkara tersebut diatas ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Ketut.

(wem)

 

Kabar7News, Jakarta – Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua istri dari dua tersangka kasus dugaan korupsi pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Kepala Pusat Penerangn Hukum  Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menjelaskan, keduanya diperiksa sebagai saksi.

“Tim Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Pidsus Kejagung) memeriksa dua istri dari dua tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013–2019. Kedua orang tersebut yakni NKH, istri dari tersangka DSD, dan SSL istri dari tersangka S,” jelas Ketut dalam keterangan tertulis yang diterima rri.co.id, Kamis (31/3/2021).

Selain itu, lanjut dia, penyidik juga memeriksa satu saksi lainnya, yakni CFS selaku HRD PT Elite Paper Indonesia. Mereka dimintai keterangan untuk 7 orang tersangka. Adapun ketujuh orang tersangka, yaitu PSNM, DSD, AS, FS, JAS, JD, dan S.

“(Ketiga saksi) diperiksa terkait pemberian fasilitas pembiayaan dari LPEI,” urainya.

“Pemeriksaan ketiga saksi tersebut dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan untuk melengkapi pemberkasan ketujuh tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi pembiayaan ekspor nasional dari LPEI tersebut,” tambahnya.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 7 orang tersangka, yakni pemilik Johan Darsono Grup, Johan Darsono (JD); Direktur PT Jasa Mulia Indonesia, PT Mulia Walet Indonsia, dan PT Borneo Walet Indonesia, Suyono (S); dan Direktur Pelaksana III LEPI 2016, Arif Setiawan (AS).

Selanjutnya, Kepala Divisi Pembiayaan UKM 2015-2019, Ferry Sjaifullah (FS); Kepala Kantor Wilayah LPEI Surakarta 2016, Josef Agus Susanta (JAS); mantan Relationship Manager LPEI 2010-2014 dan mantan Pembiayaan UMKM 2014-2018, PSNM; dan mantan Kepala Divisi Risiko Bisnis LPEI April 2015-Januari 2019, DSD.

Kejagung kemudian menetapkan Johan Darsono dan Suyono sebagai tersangka kasus dugaan TPPU dari tindak pidana asal Tipikor dalam Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional oleh LPEI Tahun 2013-2019.

(**)

Kabar7News, Bali – Kolaborasi dan sinergi antar Kementerian dan Lembaga diperlukan guna mendorong peningkatan ekonomi nasional khususnya ekspor. Dengan tujuan menyelaraskan sejumlah visi dan program, setiap institusi harus dapat berkoordinasi untuk menjajaki potensi bersinergi dan membangun kolaborasi.

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/ Indonesia Eximbank sebagai Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan RI dan Kementerian Perindustrian RI memiliki visi yang sama untuk mendukung program strategis Pemerintah dalam upaya meningkatkan perekonomian nasional. Jasa Konsultasi yang merupakan salah satu mandat LPEI untuk menciptakan eksportir baru dapat dikolaborasikan dengan Balai Diklat Industri yang dikelola Kementerian Perindustrian RI.

“Selain Pembiayaan, Penjaminan, dan Asuransi kami memiliki mandat Jasa Konsultasi yang juga akan terus kami perkuat pada tahun 2022. Kami melihat bahwa Balai Diklat Industri ini memiliki sejumlah pelatihan dan sertifikasi untuk para pengusaha yang dapat kita kolaborasikan dengan program sejenis di LPEI seperti Coaching Program for New Exporter (CPNE), Desa Devisa, ataupun Marketing Handholding, sehingga semakin banyak pengusaha yang terfasilitasi dan bisnisnya nanti tidak hanya lokal tapi juga bisa ekspor,” jelas Direktur Eksekutif LPEI, Rijani Tirtoso pada kunjungannya ke Balai Diklat Industri, Denpasar, Bali (16/1/2022).

LPEI memiliki Jasa Konsultasi yang merupakan mandat undang-undang pendirian dengan tujuan penciptaan eksportir baru. Program Jasa Konsultasi ini terdiri dari CPNE yang merupakan pelatihan berjangka setahun untuk menciptakan eksportir baru, Desa Devisa yang merupakan program pengembangan komoditas sebuah wilayah sehingga dapat melakukan ekspor, Marketing Handholding yang merupakan program untuk membawa UKM ke e-commerce internasional, dan yang terbaru adalah Rumah Ekspor dengan tujuan mempermudah akses satu pintu untuk proses ekspor bagi para UKM dan eksportir.

Hingga akhir tahun 2021, tujuh program Desa Devisa yang dirasakan oleh 27 desa dan memberi manfaat kepada lebih dari 2.500 petani telah terealisasi. CPNE sendiri telah memiliki 387 alumni yang mampu melahirkan lebih dari 20 eksportir baru.

Sementara Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri, Kementerian Perindustrian RI, Arus Gunawan menyambut positif inisiatif penjajakan kerja sama kedua instansi. Pihaknya mengungkapkan sejumlah program di Balai Diklat Industri dimungkinkan untuk dilakukan kerja sama dengan program Jasa Konsultasi LPEI.

“Balai Diklat Industri khususnya di Denpasar ini memiliki empat program utama yaitu Diklat 3in1, Inbis Tohpati, Teaching Factory, dan Bikin Makerspace. Saat ini kami memang fokus untuk industri kreatif khususnya di bidang animasi, namun dengan program Jasa Konsultasi LPEI, industri yang konvensional dan kreatif diharapkan juga dapat meningkatkan devisa bagi negara,” ujar Arus ketika menyambut kunjungan LPEI ke Balai Diklat Industri Denpasar.

Sejak tahun 2014 Balai Diklat Industri Denpasar telah menghasilkan 10.000 alumni diklat, 2.000 diklat animasi dan industri kreatif, 110 workshop dan seminar. Kolaborasi LPEI dan Kemenperin ini memang layak direalisasikan, sehingga harapan industri kreatif dapat turut menghasilkan devisa dapat segera terwujud.

(**)

 

Kabar7News, Jakarta – Upaya Pemerintah pusat dan daerah untuk mendorong pemulihan dan pergerakan ekonomi Indonesia mendapat dukungan penuh melalui kolaborasi lintas lembaga yang menggelar program pelatihan bagi pelaku usaha khususnya yang berorientasi ekspor.

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/Indonesia Eximbank sebagai Special Mission
Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan Republik Indonesia bersinergi dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan RI, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan lembaga terkait lainnya memberikan pelatihan berkesinambungan sebagai rangkaian dari kegiatan Coaching Program for New Exporters (CPNE).
Sejak tahun 2015, Lembaga ini telah memberikan pelatihan dan pendampingan kepada hampir 1.000 pelaku usaha berorientasi ekspor di beberapa kota di Indonesia melalui kegiatan CPNE.

Kegiatan pelatihan dan pendampingan yang tidak berbayar ini diberikan kepada pelaku UMKM berorientasi ekspor selama satu tahun di wilayah tertentu guna meningkatkan kapasitas hingga mencetak eksportir baru berkualitas #LokalyangMendunia.

Di tahun 2021, LPEI melalui kegiatan CPNE sudah memberikan pendampingan dan pelatihan di beberapa kota, yaitu Medan, Surakarta, Denpasar, Kendal, Demak, Manado dan Bandung dengan mayoritas pelaku usaha di sektor makanan dan minuman, craft, furniture, rempah dan komoditi kopi.

“Hingga saat ini sebanyak 75 pelaku usaha telah berhasil melakukan ekspor perdana setelah mengikuti pelatihan CPNE. Diharapkan dengan pelatihan ini dapat membantu para pelaku usaha untuk meningkatkan dan menjaga kualitas produk, membuka peluang pasar sehingga mereka memiliki standar mutu untuk masuk dan bersaing di pasar internasional. Kedepannya kami berharap akan semakin banyak pelaku usaha Indonesia yang dapat melakukan ekspor,” ujar Agus Windiato, Corporate Secretary LPEI.

Sinergi dan berkolaborasi antar instansi baik pemerintah pusat maupun daerah diharapkan dapat menciptakan suatu ekosistem ekspor yang kuat dan berdaya saing. Salah satu bentuk kolaborasi dan sinergi LPEI bersama Kementerian Keuangan RI, Kementerian Perdagangan RI, Kementerian Perindustrian RI, Kementerian Luar Negeri RI, Kemenkop UKM RI adalah Rumah Ekspor yang berlokasi di Kantor Cabang LPEI Surakarta yang ditujukan untuk menawarkan solusi dalam melakukan kegiatan berorientasi ekspor,” ucap Maqin U. Norhadi Direktur Pelaksana membidangi sektor UKM pada kesempatan terpisah.

Semoga sinergi yang terjalin ini semakin kuat menopang laju ekspor Indonesia ke mancanegara, dan slogan #LokalyangMendunia menjadikan produk Indonesia dan kegiatan ekspornya semakin kokoh menjangkau dunia.

(**)

Kabar7News, Jakarta – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan bahwa penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) kini tengah mengusut dugaan penyimpangan kredit pada pengelolaan pembiayaan ekspor nasional Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

“Pengusutan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-13/F.2/Fd.2/06/2021 tanggal 24 Juni 2021,” kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada awak media di Jakarta, Rabu (30/6/2021).

Leonard mengatakan, terkait dengan pengusutan itu, tim penyidik pada Jampidsus Kejagung memintai keterangan 6 orang saksi.

Adapun keenam saksi tersebut ialah AS, Mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) LPEI Surakarta, MS, Senior Manager Operation TNT Indonesia Head Office, Ir EW, Manager Operation Fedex/TNT Semarang, FS, Kepala Divisi UKM pada LPEI tahun 2015, DAP, Kepala Divisi Analisa Resiko Bisnis II pada LPEI dan YTP, Kepala Divisi Restrukturisasi Aset II pada LPEI.

Leonard menjelaskan pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang saksi dengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional Oleh LPEI.

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) diduga telah memberikan fasilitas pembiayaan kepada sembilan debitur yaitu Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Utama, Group Arkha, PT Cipta Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera dan PT Kemilau Harapan Prima serta PT Kemilau Kemas Timur.

“Pembiayaan kepada para debitur tersebut sesuai dengan laporan sistem informasi manajemen resiko  dalam posisi colektibility 5 (macet) per tanggal 31 Desember 2019,” kata  Leonard.

Dia melanjutkan, LPEI di dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional kepada para debitur (perusahaan penerima pembiayaan) diduga dilakukan tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik, sehingga berdampak pada meningkatnya kredit macet/non performing loan (NPL) pada tahun 2019 sebesar 23,39 persen.

Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LPEI diduga mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp 4,7 triliun dimana jumlah kerugian tersebut penyebabnya adalah dikarenakan adanya pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).

Kemudian berdasarkan statement di laporan keuangan 2019, pembentukan CKPN di tahun 2019 meningkat 807,74 persen dari RKAT dengan konsekuensi berimbas pada keuntungan.

Leonard menyebut kenaikan CKPN ini untuk mencover potensi kerugian akibat naiknya angka kredit bermasalahan diantaranya disebabkan oleh kesembilan debitur tersebut diatas

Salah satu debitur yang mengajukan pembiayaan kepada LPEI tersebut adalah S, Direktur Utama (Dirut) dari tiga perusahaan Grup Walet yaitu PT Jasa Mulia Indonesia, PT Mulia Walet Indonesia dan PT Borneo Walet Indonesia.

“Tim pengusul dari LPEI yang terdiri dari Kepala Departemen Unit Bisnis, Kepala Divisi Unit Bisnis dan Komite Pembiayaan, tidak menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana yang telah ditentukan dalam Peraturan Dewan Direktur No. 0012/PDD/11/2010 tanggal 30 November 2010 tentang Kebijakan Pembiayaan LPEI,” tegas Leonard.

“Akibatnya menyebabkan debitur, dalam hal ini Group Wallet yaitu PT Jasa Mulya Indonesia, PT Mulya Walet Indonesia dan PT Borneo Walet Indonesia dikatagorikan Colectibity 5 (macet) sehingga mengalami gagal bayar sebesar Rp 683,6 miliar yang terdiri dari nilai pokok Rp 576 miliar ditambah denda dan bunga Rp 107,6 miliar,” ujarnya.

(wem)

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.