Kabar7News, Jakarta – Jaksa Agung Burhanuddin Tampil sebagai pembicara pada Pertemuan Koordinasi Tahunan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) yang dilaksanakan secara virtual dari kantornya di Menara Kartika Adhyaksa Kejaksaan Agung, Jumat (15/1/2021).

Jaksa Agung dalam paparan mengatakan mendukung sepenuhnya upaya-upaya yang dilakukan untuk dapat bergabung sebagai anggota Financial Action Task Force (FATF) atau organisasi antar pemerintah yang memerangi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).

“Dengan tergabung sebagai anggota FATF akan meningkatkan kepercayaan investor dan berdampak positif terhadap penilaian dunia internasional kepada Indonesia, yang pada akhirnya dapat meningkatkan stabilitas sistem perekonomian dan integritas sistem keuangan di Indonesia,” ujar Burhanuddin.

Burhanuddin menjelaskan, pihaknya telah mengambil berbagai langkah dan kebijakan sebagai bukti dalam upaya mendukung dapat bergabungnya Indonesia menjadi anggota penuh FATF.

Pertama, ucap dia, mengedepankan pendekatan follow the money dan follow the asset dalam penanganan TPPU. Diharapkan, pendekatan ini memudahkan aparat penegak hukum dalam memotong aliran uang hasil kejahatan.

“Dan lebih memaksimalkan pengembalian, pemulihan, penyelamatan aset yang pada akhirnya berdampak pada penambahan penerimaan keuangan negara yang dapat dipergunakan kembali untuk pembangunan nasional,” ucap dia.

Kedua, Burhanuddin mengatakan menyusun, menetapkan, dan mempublikasikan Sectoral Risk Assessment (SRA) TPPU yang berasal dari tindak pidana korupsi. Hal ini dilakukan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri untuk dielaborasi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Ketiga, lanjut dia, mengeluarkan berbagai regulasi dalam upaya mencegah dan memberantas TPPU serta TPPT, antara lain Pedoman Nomor 1 Tahun 2019 tentang tuntutan perkara tindak pidana korupsi, Instruksi Nomor: INS-002/A/JA/02/2019 tentang pola penanganan perkara tindak pidana khusus yang berkualitas, Keputusan Jaksa Agung Nomor 17 Tahun 2020 tentang tim pelaksana aksi strategi nasional pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme Kejaksaan RI tahun 2020, serta Keputusan Jaksa Agung Nomor 32 Tahun 2020 tentang tim pelaksana mutual evaluation review Kejaksaan RI Tahun 2020.

Keempat, aspek regulasi pemulihan aset (asset recovery) TPPU, Kejaksaan RI juga telah memiliki beberapa regulasi.

“Yaitu Peraturan Kejaksaan Nomor 7 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas peraturan Jaksa Agung Nomor: PER-027/A/JA/10/2014 tentang pedoman pemulihan aset yang dijadikan dasar dan pedoman pelaksanaan pemulihan aset termasuk yang berasal dari TPPU,” jelasnya.

Kelima, melakukan penyusunan surat dakwaan yang memiliki dan memenuhi rumusan norma delik TPPU dengan delik predicate crime nya, sehingga didakwa dengan dakwaan kumulatif yang akan menjerat sekaligus pelaku kejahatan dengan berbagai macam pasal berlapis.

“Hal ini menunjukan komitmen Kejaksaan untuk mengungkap dan menuntaskan setiap perkara pidana yang memliliki motif TPPU,” tegasnya.

Keenam, memperluas area prioritas penyidikan TPPU dan TPPT yang meliputi aset di luar negeri serta TPPU dan TPPT yang melibatkan korporasi.
Ketujuh, kata Burhanuddin, meningkatkan kerja sama internasional, baik kerja sama formal seperti melalui pemanfaatan Mutual Legal Assistance (MLA) dalam rangka asset recovery maupun dalam bentuk kerja sama informal seperti melalui keanggotaan dalam Asset Recovery Interagency Network-Asia Pacific (ARIN-AP).

“Segenap ikhtiar yang telah dilakukan Kejaksaan tersebut tentunya dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pemenuhan persyaratan untuk Indonesia dapat menjadi Anggota FATF,” tutupnya.

(wem)

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.