Kabar7News, Jakarta – Akademisi/Dosen Hukum Pidana Universitas Tri Sakti Azmi Syahputra berpendapat terkait ditangkapnya Wawan Ridwan, yang sàat ini menjabat sebagai Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bantaeng, Sulawesi Selatan oleh KPK pada Rabu (10/11/2021) kemarin.
Adapun merupakan pengembangan kasus lanjutkan dari kasus suap yang ditangani KPK sebelumnya. Inilah rentetan atas sebuah kasus hukum, karena dalam tindak pidana korupsi dimana ada pelaku utama disitu ada pelaku pembantu.
Seperti diketahui guna kepentingan penyidikan, tim penyidik KPK telah melakukan upaya paksa penahanan pertama untuk 20 hari ke depan terhitung 11 November 2021 hingga 30 November 2021 di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur.
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti ini menyebut pejabat yang korupsi jangan merasa aman, karena sewaktu waktu ia dapat terjerat atas perbuatannya dan dimintai pertanggungjawaban hukum.
“Karena perkara pelaku yang turut serta atau pembantu kejahatan termasuk dalam yurisdiksi yang sama dengan pelaku utamanya,” jelas Azmi kepada Wartawan di Jakarta, Kamis (11/11/2021).
Menurutnya, trend fenomena perbuatan pejabat dan pengusaha melalui suap ini semakin kronis, yang kejahatannya dikemas melalui sarana penyalahgunakan jabatan atau wewenangnya dengan menerima suap apalagi pembayaran pajak dari perusahaan besar yang nilai pajaknya tinggi, yang jadi salah satu sumber mendapatkan uang bagi oknum pejabat pajak, dan ini memalukan dan bertentangan dengan kewajiban jabatannya.
Lebih lanjut, kata Azmi, perilaku kejahatan suap ini karakteristik kejahatannya biasanya sudah ada keinginan yang sama dari masing-masing pihak dalam kapasitasnya sebagai pemberi dan penerima suap, jadi sudah terbentuk unsur perbuatannya sejak awal karena sudah ada deal untuk tujuan sesuatu yang biasanya akan merugikan keuangan negara.
“Dan pihak pihak yang terlibat di zona suap ini, akan mendapatkan keuntungan secara pribadi, disinilah inti perbuatan kejahatannya padahal pejabat tersebut sadar dan tahu hal tersebut bertentangan dengan jabatannya dan tahu akibatnya bila kasus itu terungkap,” imbunya.
Azmi mengatakan dengan kejadian ini menunjukkan bahwa masih banyak pejabat yang tidak memahami makna perubahan dimana institusi telah melakukan transformasi sehingga masih ada oknum pejabat yang berupaya cari celah dan mempertahankan budaya kerja dan perilaku yang murah dan mudah dengan cara terima suap untuk kepentingan pribadi maupun guna mendapatkan fasilitas seluas luasnya dengan cara curang.
“Pejabat yang seperti ini harus diamputasi dan dihukum maksimal karena tidak menjaga integritas diri dan nama baik insitusi,” tutupnya.
(wem)